Makalah Pancasila Sebagai Etika Politik
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pekembangan zaman dan kemajuan teknologi di era globalisasi ini telah menyebabkan sedikit-demi sedikit nilai-nilai moral dan etika bangsa semakin luntur dan terkikis. Oleh karena itu, adanya pancasila salah satunya sebagai sistem etika di samping merupakan way of life bangsa Indonesia, juga merupakan struktur pemikiran yang disusun untuk memberikan tuntunan dan panduan kepada setiap warga Negara Indonesia dalam bersikap dan bertingkah laku. Pancasila sebagai sistem etika, dimaksudkan untuk mengembangkan dimensi moralitas dalam setiap diri individu sehingga memiliki kemampuan menampilkan sikap spiritualitas dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah disebutkan, dapat diambil rumusan masalah:
Apa yang dimaksud dengan etika dan politik?
Bagaimana nilai etika yang terkandung dalam pancasila?
Bagaimana etika politik yang terkandung dalam pancasila?
Bagaimana pancasila menjadi dasar yang fundamental untuk bertingkah laku bagi bangsa dan Negara Republik Indonesia?
Bagaimana penerapan etika politik dalam kehidupan sehari-hari?
Tujuan Penulisan
Sesuai rumusan masalah yang telah disebutkan, tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
Untuk mengetahui pengertian etika dan politik
Untuk mengetahui nilai-nilai etika politik yang terkandung dalam pancasila
Untuk mengetahui etika politik yang terkandung dalam pancasila
Untuk mengetahui pancasila sebagai dasar yang fundamental untuk bertinglah laku bagi bangsa dan Negara Republik Indonesia
Untuk mengetahui cara menerapkan etika politik dalam kehidupan sehari-hari
BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian Etika dan Politik
Istilah etika berasal dari bahasa Yunani, “Ethos” yang artinya tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan, adat, watak, perasaan, sikap dan cara berpikir. Secara etimologis, etika berarti ilmu tentang segala sesuatu yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan. Dalam arti ini, etika berkaitan dengan kebiasaan hidup yang baik, tata cara hidup yang baik, baik pada diri seseorang maupun masyarakat. Kebiasaan hidup yang baik ini dianut dan diwariskan dari satu generasi ke generasi yang lain. Etika dalam arti yang luas ialah ilmu yang membahas tentang kriteria baik dan buruk.
Etika pada umumnya dimengerti sebagai pemikiran filosofis mengenai segala sesuatu yang dianggap baik atau buruk dalam perilaku manusia. Keseluruhan perilaku manusia dengan norma dan prinsip-prinsip yang mengaturnya itu kerap kali disebut moralitas atau etika.
Etika mencakup norma, nilai dan moral karena ketiga hal tersebut memiliki hubungan yang sangat erat dalam membentuk suatu sistem etika. Nilai (value) adalah kemampuan yang dipercayai ada pada suatu benda untuk memuaskan manusia. Jadi nilai itu pada hakikatnya adalah sifat dan kualitas yang melekat pada suatu objeknya. Dengan demikian, maka nilai itu adalah suatu kenyataan yang tersembunyi dibalik kenyataan-kenyataan lainnya. Norma adalah perwujudan martabat manusia sebagai makhluk budaya, sosial, moral dan religi. Norma merupakan suatu kesadaran dan sikap luhur yang dikehendaki oleh tata nilai untuk dipatuhi. Sedangkan moral berasal dari kata “mos” (mores) yang artinya kesusilaan, tabiat, kelakuan. Moral adalah ajaran tentang hal yang baik dan buruk, yang menyangkut tingkah laku dan perbuatan manusia.
Berikut akan dijabarkan perbedaan antara etika, norma, dan nilai.
NILAI
NORMA
MORAL
Pengertian
Sifat dan kualitas yang melekat pada suatu objek.
Kesadaran dan sikap luhur yang dikehendaki oleh tata nilai untuk dipatuhi.
Ajaran tentang hal yang baik dan buruk, menyangkut tingkah laku dan perbuatan manusia.
Acuan
Mengacu pada sesuatu, baik pada tingkah laku manusia maupun kualitas suatu objek.
Mengacu pada aturan-aturan yang telah dikehendaki keberadaannya.
Mengacu pada perbuatan manusia.
Contoh
Kualitas suatu objek atau tindakan yang dilakukan seseorang.
Shalat, mengucapkan salam, mematuhi aturan lalu lintas.
Jujur, dermawan, sombong, rendah hati, dan lain-lain.
Jenis-jenisnya
Nilai dasar, nilai instrumental, dan nilai praksis.
Norma agama, norma kesusilaan, norma kesopanan, dan norma hukum.
Moral ketuhanan atau agama, moral filsafat, moral etika, moral hukum, moral ilmu,
Tolak ukur
Berguna atau tidak,
Benar atau salah
Baik atau buruk
Sedangkan arti politik berasal dari bahasa Inggris; politic: bijaksana, beradab, berakal, yang dipikirkan ; polite : sopan, halus, beradab, sopan santun, terpilih, yang halus budi bahasanya ; policy :kebijaksanaan, haluan Negara. Secara istilah politik dapat diartikan sebagai aktivitas perilaku atau proses yang menggunakan kekuasaan untuk menegakkan peraturan-peraturan dan keputusan-keputusan yangsah berlaku di tengah masyarakat.
Sebagai salah satu cabang etika, etika politik merupakan salah satu bentuk filsafat praktis. Secara sederhana etika politik dapat diartikan sebagai cabang etika yang mempertanyakan tanggung jawab dan kewajiban manusia dalam menjalankan kehidupannya. Jadi etika politik tidak hanya mempertanyakan tanggung jawab dan kewajiban manusia sebagai warga negara saja, melainkan seluruh aktivitas hidupnya. Hal ini dikarenakan ruang lingkup kehidupan politik yang mencakup bidang kehidupan lainnya. Dengan kata lain etika politik berkenaan dengan dimensi politis kehidupan manusia (Franz Magnis Suseno, 2001: 17).
Etika Pancasila
Etika pancasila adalah cabang filsafat yang dijabarkan dari sila-sila Pancasila untuk mengatur perilaku kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di Indonesia. Oleh karena itu, dalam Pancasila terkandung nilai-nilai ketuhanan, kemanusian, persatuan, kerakyatan, dan keadilan. Kelima nilai tersebut membentuk perilaku bangsa Indonesia dalam semua aspek kehidupan. Sila ketuhanan mengandung dimensi moral berupa nilai spiritualis yang mendekatkan diri manusia kepada Sang Pencipta, dan ketaatan kepada nilai agama yang dianutnya. Sila kemanusiaan mengandung dimensi humanus, artinya menjadikan manusia lebih manusiawi, yaitu upaya meningkatkan kualitas kemanusiaan dalam pergaulan antar sesama. Sila persatuan mengandung nialai solidaritas, rasa kebersamaan (mitsein), dan cinta tanah air. Sila kerakyatan mengandung dimensi nilai berupa sikap menghargai orang lain, mau mendengar pendapat orang lain dan tidak memaksakan kehendak kepada orang lain. Sila keadilan mengandung dimensi nilai peduli atas nasib orang lain, dan kesediaaan membantu kesulitan orang lain.
Pancasila dalam Bidang Etika Politik
Pancasila sebagai sistem etika diperlukan dalam kehidupan politik untuk mengatir sistem penyelenggaraan negara. Etika politik mengatur perilaku politikus, berhubungan juga dengan praktik institusi sosial, hukum, komunitas, struktur-struktur soaial,`politik dan ekonomi. Etika politik memiliki tiga dimensi, yaitu tujuan, sarana, dan aksi politik itu sendiri.
Dimensi tujuan terrumuskan dalam uapaya mencapai kesejahteraan masyarakat dan hidup damai yang didasarkan pada kebebasan dan keadilan.
Dimensi sarana memungkinkan pencapain tujuan yang meliputi sistem dan prinsip-prinsip dasar pengorganisasian politik penyelenggaraan negara dan yang mendasari institusi-institusi.
Dimensi aksi politik berkaitan dengan pelaku pemegang peran sebagai pihak yang menentukan rasionalitas politik yang terdiri dari rasionalitas tindakan dan keutamaan. Tindakan politik dinamakan rasionalitas bila pelaku mempunyai orientasi situasi paham permasalahan.
Pancasila Menjadi Dasar yang Fundamental untuk Bertingkah Laku bagi Bangsa dan Negara Republik Indonesia
Pancasila sebagai dasar falsafah bangsa dan Negara yang merupakan satu kesatuan nilai yang tidak dapat dipisah-pisahkan dengan masing-masing sila-silanya. Karena jika dilihat satu persatu dari masing-masing sila itu dapat saja ditemukan dalam kehidupan berbangsa yang lainnya. Namun, makna Pancasila terletak pada nilai-nilai dari masing-masing sila sebagai satu kesatuan yang tak bisa ditukar-balikan letak dan susunannya. Pancasila tidak hanya merupakan sumber derivasi peraturan perundang-undangan, melainkan juga merupakan sumber moralitas terutama dalam hubungannya dengan legitimasi kekuasaan, hukum, serta kebijakan dalam penyelenggaraan negara. Untuk memahami dan mendalami nilai nilai Pancasila dalam etika berpolitik itu semua terkandung dalam kelima sila Pancasila.
Ketuhanan Yang Maha Esa
Sila pertama merupakan sumber nilai-nilai moral bagi kehidupan kebangsaan dan kenegaraan. Berdasarkan sila pertama, Negara Indonesia bukanlah negara teokrasi yang mendasarkan kekuasaan negara pada legitimasi religius. Kekuasaan kepala negara tidak bersifat mutlak berdasarkan legitimasi religius melainkan berdasarkan legitimasi hukum dan demokrasi. Walaupun Negara Indonesia tidak mendasarkan pada legitimasi religius, namun secara moralitas kehidupan negara harus sesuai dengan nilai-nilai yang berasal dari Tuhan terutama hukum serta moral dalam kehidupan negara. Oleh karena itu asas sila pertama lebih berkaitan dengan legitimasi moral.
Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
Sila kedua juga merupakan sumber nilai-nilai moralitas dalam kehidupan negara. Bangsa Indonesia sebagai bagian dari umat manusia di dunia hidup secara bersama dalam suatu wilayah tertentu, dengan suatu cita-cita serta prinsip hidup demi kesejahteraan bersama. Manusia merupakan dasar kehidupan dan penyelenggaran negara. Oleh karena itu asas-asas kemanusiaan adalah bersifat mutlak dalam kehidupan negara dan hukum. Dalam kehidupan negara kemanusiaan harus mendapatkan jaminan hukum, maka hal inilah yang diistilahkan dengan jaminan atas hak-hak dasar (asasi) manusia. Selain itu asas kemanusiaan juga harus merupakan prinsip dasar moralitas dalam penyelenggaraan negara.
Persatuan Indonesia
Persatuan berati utuh dan tidak terpecah-pecah. Persatuan mengandung pengertian bersatunya bermacam-macam corak yang beraneka ragam menjadi satu kebulatan. Sila ketiga ini mencakup persatuan dalam arti ideologis, politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan. Indonesia sebagai negara plural yang memiliki beraneka ragam corak tidak terbantahkan lagi merupakan negara yang rawan konflik. Oleh karenanya, diperlukan semangat persatuan sehingga tidak muncul jurang pemisah antara satu golongan dengan golongan yang lain. Dibutuhkan sikap saling menghargai dan menjunjung semangat persatuan demi keutuhan negara dan kebaikan besama. Oleh karena itu sila ketiga ini juga berkaitan dengan legitimasi moral.
Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan
Negara adalah berasal dari rakyat dan segala kebijaksanaan dan kekuasaan yang dilakukan senantiasa untuk rakyat. Oleh karena itu rakyat merupakan asal muasal kekuasaan negara. Dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara segala kebijaksanaan, kekuasaan serta kewenangan harus dikembalikan kepada rakyat sebagai pendukung pokok negara. Maka dalam pelaksanaan politik praktis, hal-hal yang menyangkut kekuasaan legislatif, eksekutif serta yudikatif, konsep pengambilan keputusan, pengawasan serta partisipasi harus berdasarkan legitimasi dari rakyat, atau dengan kata lain harus memiliki “legitimasi demokratis”
Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Dalam penyelenggaraan negara harus berdasarkan legitimasi hukum yaitu prinsip “legalitas”. Negara Indonesia adalah negara hukum, oleh karena itu keadilan dalam hidup bersama (keadilan sosial) merupakan tujuan dalam kehidupan negara. Dalam penyelenggaraan negara, segala kebijakan, kekuasaan, kewenangan serta pembagian senatiasa harus berdasarkan hukum yang berlaku. Pelanggaran atas prinsip-prinsip keadilan dalam kehidupan kenegaraan akan menimbulkan ketidakseimbangan dalam kehidupan negara.
Pola pikir untuk membangun kehidupan berpolitik yang murni dan jernih mutlak dilakukan sesuai dengan kelima sila yang telah dijabarkan di atas, yang mana dalam berpolitik harus bertumpu pada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyarawatan/Perwakilan dan dengan penuh Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia tanpa pandang bulu. Etika politik Pancasila dapat digunakan sebagai alat untuk menelaah perilaku politik Negara, terutama sebagai metode kritis untuk memutuskan benar atau salah sebuah kebijakan dan tindakan pemerintah dengan cara menelaah kesesuaian dan tindakan pemerintah itu dengan makna sila-sila Pancasila.
Etika politik harus direalisasikan oleh setiap individu yang ikut terlibat secara konkrit dalam pelaksanaan pemerintahan negara. Para pejabat eksekutif, legislatif, yudikatif, serta para pelaksana dan penegak hukum harus menyadari bahwa legitimasi hukum dan legitimasi demokratis juga harus berdasarkan pada legitimasi moral. Nilai-nilai Pancasila mutlak harus dimiliki oleh setiap penguasa yang berkuasa mengatur pemerintahan, agar tidak menyebabkan berbagai penyimpangan seperti yang sering terjadi dewasa ini. Seperti tindak pidana korupsi, kolusi dan nepotisme, penyuapan, pembunuhan, terorisme, dan penyalahgunaan narkotika sampai perselingkuhan di kalangan elit politik yang menjadi momok masyarakat.
Beberapa alasan mengapa pancasila menjadi dasar yang fundamental sebagai sistem etika dalam penyelenggaraan kehidupan bernegara di Indonesia, meliputi hal-hal sebagai berikut :
Dekadensi moral yang melanda kehidupan masyarakat, terutama generasi muda sehingga membahayakan kelangsungan hidup bernegara. Generasi muda yang tidak mendapatkan pendidikann karakter yang memadai dihadapkan pada pluralitas nilai yang melanda Indonesia sebagai akibat globalisasi sehingga mereka kehilangan arah. Dekadensi moral itu terjadi ketika pengaruh globalisasi tidak sejalan dengan nilai-nilai pancasila. Contoh-contoh dekadensi moral antara lain: penyalahgunaan narkoba, kebebasan tanpa batas, rendahnya rasa hormat kepada orang tua, menipisnya rasa kejujuran, tawuran di kalangan pelajar. Kesemuanya itu menunjukkkan lemahnya tatanan nilai moral dalam kehidupan bangsa Indonesia. Oleh karena itu, pancasila sebagai sistem etika diperlukan kehadirannya sejak dini, terutama dalam bentuk pendidikan karakter di sekolah-sekolah.
Korupsi akan merajalela karena para penyelenggara Negara tidak memiliki rambu-rambu normatif dalam menjalankan tugasnya. Para penyelenggara Negara tidak dapat membedakan batasan yang boleh dan tidak, pantas dan tidak, baik dan buruk. Pancasila sebagai sistem etika terkait atas pemahaman kriteria baik (good) dan buruk (bad). Archie Bahm, menjelaskan bahwa baik dan buruk merupakan dua hal yang terpisah. Namun, baik dan buruk itu eksis dalam kehidupan manusia, maksudnya godaan untuk berbuat buruk selalu muncul ketika seorang menjadi penjabat dan mempunyai peluang untuk melakukan tindakan buruk (korupsi), maka hal tersebut dapat terjadi pada siapa saja.
Kurangnya rasa perlu berkontribusi dalam pembangunan melalui pembayaran pajak. Pancasila sebagai sistem etika akan dapat mengarahkan wajib pajak untuk secara sadar memenuhi kewajiban perpajakannya dengan baik.
Pelanggaran hak-hak asasi manusia (HAM) dalam kehidupan bernegara di Indonesia ditandai dengan melemahnya penghargaan seseorang terhadap hak pihak lain. Hal itu menunjukkan bahwa kesadaran masyarakat terhadap nilai-nilai pancasila sebagai sistem etika belum berjalan maksimal. Oleh karena itu, di samping diperlukan sosialisasi sistem etika politik, diperlukan pula sistem penjabaran etika ke dalam peraturan perundang-undangan tentang HAM
Kerusakan lingkungan yang berdampak pada berbagai aspek kehidupan manusia, seperti kesehatan, kelancaran penerbangan, nasib generasi yang akan datang, global warming, perubahan cuaca, dan sebagainya. Kasus tersebut menunjukkan bahwa kesadaran terhadap nilai-nilai pancasila sebagai sistem etika belum mendapat tempat yang tepat di hati masyarakat. Masyarakat Indonesia dewasa ini cenderung meutuskan tindakan berdasarkan sikap emosional, mau menang sendiri, keuntungan sesaat tanpa memikirkan dampak yang ditimbulkan dari perbuatannya. Oleh karena itu, pancasila sebagai sistem etika perlu diterapkan ke dalam peraturan perundang-undangan yang menindak tegas para palaku perusak lingkungan.
Implementasi Etika Politik dalam Kehidupan Sehari-hari
Dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan Negara, etika politik menuntut agar kekuasaan dalam Negara dijalankan sesuai dengan asas legalitas (legitimasi hukum), yaitu dijalankan sesuai dengan hukum yang berlaku, disahkan dan dijalankan secara demokratis (legitimasi demokrasi), dan dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip moral (legitimasi moral).
Pancasila sebagai suatu sistem filsafat memiliki tiga dasar tersebut. Dalam pelaksanaan penyelenggaraan Negara, baik itu yang berhubungan dengan kekuasaan, kebijakan umum, pembagian serta kewenangan harus berdasarkan prinsip-prinsip yang terkandung dalam pancasila. Dengan demikian, pancasila merupakan sumber moralitas dalam proses penyelenggaraan Negara, terutama dalam hubungannya dengan legitimasi kekuasaan dan hukum. Pelaksanaan kekuasaan dan penegakan hukum dinilai bermoral jika selalu berdasarkan pancasila, bukan berdasarkan kepentingan penguasa belaka. Jadi pancasila merupakan tolok ukur moralitas suatu penggunaan kekuasaan dan penegakan hukum.
Kekuasaan kepala negara tidak mendasarkan pada legitimasi religius melainkan mendasarkan pada legitimasi hukum dan demokrasi. Oleh karena itu asas sila pertama lebih berkaitan dengan legitimasi moral. Inilah yang membedakan negara yang Berketuhanan yang Maha Esa dengan teokrasi. Walaupun dalam negara Indonesia tidak mendasarkan pada legitimasi religius, namun secara moralitas kehidupan negara harus sesuai dengan nilai-nilai yang berasal dari Tuhan, terutama hukum serta moral dalam kehidupan bernegara.
Sila Ketuhanan Yang Maha Esa lebih berkaitan legitimasi moral. Artinya, proses penyelenggaraan Negara dan kehidupan Negara tidak boleh diarahkan pada paham anti Tuhan dan anti agama, akan tetapi kehidupan dan penyelenggaraan Negara harus selalu berdasarkan nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa. Dengan demikian sila pertama merupakan legitimasi moral religius bagi bangsa Indonesia. Selain berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, Negara Indonesia juga harus berkemanusiaan yang adil dan beradab. Dengan kata lain, kemanusiaan yang adil dan beradab memberikan legitimasi moral kemanusiaan dalam penyelenggaraan Negara. Negara pada prinsipnya adalah persekutuan hidup manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Manusia merupakan dasar kehidupan serta pelaksanaan dan penyelenggaraan Negara. Oleh karena itu asas-asas kemanusiaan mempunyai kedudukan mutlak dalam kehidupan Negara dan hukum, sehingga jaminan hak asasi manusia harus diberikan kepada setiap warga Negara. Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab mempunyai keterkaitan yang sangat erat dengan sila Ketuhanan Yang Maha Esa.
Sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan juga merupakan sumber etika politik bagi bangsa Indonesia. Sila ini menegaskan bahwa Negara berasal dari rakyat dan segala kebijakan dan kekuasaan diarahkan senantiasa untuk rakyat. Sila ini memberikan legitimasi demokrasi bagi penyelenggaraan Negara.
Oleh karena itu, dalam proses penyelenggaraan Negara, segala kebijakan, kewenangan dan kekuasaan harus dikembalikan kepada rakyat. Dengan demikian, aktivitas politik praktis yang menyangkut kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif serta konsep pengambilan keputusan, pengawasan dan partisipasi harus berdasarkan legitimasi dari rakyat.
Sila keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia memberikan legitimasi hukum (legalitas) dalam kehidupan dan penyelenggaraan Negara. Indonesia merupakan Negara hukum yang selalu menjunjung tinggi aspek keadilan sosial. Keadilan sosial merupakan tujuan dalam kehidupan Negara, yang menunjukkan setiap warga Negara Indonesia mendapatkan perlakuan adil dalam bidang hukum, politik, sosial, ekonomi dan kebudayaan.
Nilai-nilai yang terkandung dalam setiap sila pancasila harus dijadikan patokan bagi setiap penyelenggara Negara dan rakyat Indonesia. Nilai-nilai tersebut harus diimplementasikan dalam berbagai bidang kehidupan, sehingga pada akhirnya akan terbentuk suatu pemerintahan yang etis serta rakyat yang bermoral pula.
Berikut beberapa contoh tindakan yang sesuai dengan etika politik berdasar pancasila:
Kebebasan memeluk agama di Indonesia sesuai dengan agama – agama yang diakui di Indonesia.
Toleransi terhadap kegiatan peribadatan dan perayaan hari raya suatu agama tertentu.
Pemberian jaminan perlindungan dan keaman terhadap upacara keagamaan suatu agama yang berlangsung di Indonesia.
Mencegah adanya konflik untuk menjaga stabilitas nasional.
Semua pelaku politik tidak menyalahgunakan kekuasaannya karena hal tersebut salah menurut agama apapun.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Etika berarti ilmu tentang segala sesuatu yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan. Etika mencakup norma, nilai dan moral. Nilai (value) adalah sifat dan kualitas yang melekat pada suatu objeknya. Norma merupakan suatu kesadaran dan sikap luhur yang dikehendaki oleh tata nilai untuk dipatuhi. Sedangkan moral adalah ajaran tentang hal yang baik dan buruk, yang menyangkut tingkah laku dan perbuatan manusia.
Etika pancasila adalah cabang filsafat yang dijabarkan dari sila-sila Pancasila untuk mengatur perilaku kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di Indonesia. Oleh karena itu, Pancasila sebagai sistem etika diperlukan dalam kehidupan politik untuk mengatir sistem penyelenggaraan negara. Etika politik mengatur perilaku politikus, berhubungan juga dengan praktik institusi sosial, hukum, komunitas, struktur-struktur soaial,`politik dan ekonomi.
Beberapa alasan mengapa pancasila menjadi dasar yang fundamental sebagai sistem etika dalam penyelenggaraan kehidupan bernegara di Indonesia di antaranya untuk mengatasi dekadensi moral generasi muda, korupsi, kurangnya rasa berkontribusi untuk pembangunan Negara, pelanggaran hak asasi manusia, kerusakan lingkungan, dan lainnya. Dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan Negara, etika politik menuntut agar kekuasaan dalam Negara dijalankan sesuai dengan asas legalitas (legitimasi hukum), yaitu dijalankan sesuai dengan hukum yang berlaku, disahkan dan dijalankan secara demokratis (legitimasi demokrasi), dan dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip moral (legitimasi moral).
DAFTAR PUSTAKA
Adnan, M. Fachri.2003. Pendidikan Pancasila Untuk Perguruan Tinggi. Padang: Universitas Negeri Padang.
Asmawati . 2015. Pancasila Sebagai Etika Politik. https://asmawatyfricilia.wordpress.com.
Hasan, M. Iqbal, M.M. 2002. Pokok-pokok Materi Pendidikan Pancasila. PT Raja Grafindo Persada: Jakarta.
Kaelan. 2010. Pendidikan Pancasila Fakultas Filsafat UGM .Yogyakarta: Paradigma
Magnis, Franz dan dan Suseno.1986. Etika Dasar. Jakarta: Gramedia.
Nurtjahjo, Hendra. 2005. Filsafat Demokrasi. Jakarta: Bumi Aksara.
RISTEKDIKTI. 2016. Pendidikan Pancasila Untuk Perguruan Tinggi. Jakarta.
Sunoto. 1982. Mengenal Filsafat Pancasila Pendekatan Melalui Etika Pancasila. Yogyakarta: Hanindita.
Suseno Von Magnis. 1978. Etika Politik, Prinsip-Prinsip Moral Dasar Kenegaraan Modern..PT. Gramedia: Jakarta.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pekembangan zaman dan kemajuan teknologi di era globalisasi ini telah menyebabkan sedikit-demi sedikit nilai-nilai moral dan etika bangsa semakin luntur dan terkikis. Oleh karena itu, adanya pancasila salah satunya sebagai sistem etika di samping merupakan way of life bangsa Indonesia, juga merupakan struktur pemikiran yang disusun untuk memberikan tuntunan dan panduan kepada setiap warga Negara Indonesia dalam bersikap dan bertingkah laku. Pancasila sebagai sistem etika, dimaksudkan untuk mengembangkan dimensi moralitas dalam setiap diri individu sehingga memiliki kemampuan menampilkan sikap spiritualitas dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah disebutkan, dapat diambil rumusan masalah:
Apa yang dimaksud dengan etika dan politik?
Bagaimana nilai etika yang terkandung dalam pancasila?
Bagaimana etika politik yang terkandung dalam pancasila?
Bagaimana pancasila menjadi dasar yang fundamental untuk bertingkah laku bagi bangsa dan Negara Republik Indonesia?
Bagaimana penerapan etika politik dalam kehidupan sehari-hari?
Tujuan Penulisan
Sesuai rumusan masalah yang telah disebutkan, tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
Untuk mengetahui pengertian etika dan politik
Untuk mengetahui nilai-nilai etika politik yang terkandung dalam pancasila
Untuk mengetahui etika politik yang terkandung dalam pancasila
Untuk mengetahui pancasila sebagai dasar yang fundamental untuk bertinglah laku bagi bangsa dan Negara Republik Indonesia
Untuk mengetahui cara menerapkan etika politik dalam kehidupan sehari-hari
BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian Etika dan Politik
Istilah etika berasal dari bahasa Yunani, “Ethos” yang artinya tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan, adat, watak, perasaan, sikap dan cara berpikir. Secara etimologis, etika berarti ilmu tentang segala sesuatu yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan. Dalam arti ini, etika berkaitan dengan kebiasaan hidup yang baik, tata cara hidup yang baik, baik pada diri seseorang maupun masyarakat. Kebiasaan hidup yang baik ini dianut dan diwariskan dari satu generasi ke generasi yang lain. Etika dalam arti yang luas ialah ilmu yang membahas tentang kriteria baik dan buruk.
Etika pada umumnya dimengerti sebagai pemikiran filosofis mengenai segala sesuatu yang dianggap baik atau buruk dalam perilaku manusia. Keseluruhan perilaku manusia dengan norma dan prinsip-prinsip yang mengaturnya itu kerap kali disebut moralitas atau etika.
Etika mencakup norma, nilai dan moral karena ketiga hal tersebut memiliki hubungan yang sangat erat dalam membentuk suatu sistem etika. Nilai (value) adalah kemampuan yang dipercayai ada pada suatu benda untuk memuaskan manusia. Jadi nilai itu pada hakikatnya adalah sifat dan kualitas yang melekat pada suatu objeknya. Dengan demikian, maka nilai itu adalah suatu kenyataan yang tersembunyi dibalik kenyataan-kenyataan lainnya. Norma adalah perwujudan martabat manusia sebagai makhluk budaya, sosial, moral dan religi. Norma merupakan suatu kesadaran dan sikap luhur yang dikehendaki oleh tata nilai untuk dipatuhi. Sedangkan moral berasal dari kata “mos” (mores) yang artinya kesusilaan, tabiat, kelakuan. Moral adalah ajaran tentang hal yang baik dan buruk, yang menyangkut tingkah laku dan perbuatan manusia.
Berikut akan dijabarkan perbedaan antara etika, norma, dan nilai.
NILAI
NORMA
MORAL
Pengertian
Sifat dan kualitas yang melekat pada suatu objek.
Kesadaran dan sikap luhur yang dikehendaki oleh tata nilai untuk dipatuhi.
Ajaran tentang hal yang baik dan buruk, menyangkut tingkah laku dan perbuatan manusia.
Acuan
Mengacu pada sesuatu, baik pada tingkah laku manusia maupun kualitas suatu objek.
Mengacu pada aturan-aturan yang telah dikehendaki keberadaannya.
Mengacu pada perbuatan manusia.
Contoh
Kualitas suatu objek atau tindakan yang dilakukan seseorang.
Shalat, mengucapkan salam, mematuhi aturan lalu lintas.
Jujur, dermawan, sombong, rendah hati, dan lain-lain.
Jenis-jenisnya
Nilai dasar, nilai instrumental, dan nilai praksis.
Norma agama, norma kesusilaan, norma kesopanan, dan norma hukum.
Moral ketuhanan atau agama, moral filsafat, moral etika, moral hukum, moral ilmu,
Tolak ukur
Berguna atau tidak,
Benar atau salah
Baik atau buruk
Sedangkan arti politik berasal dari bahasa Inggris; politic: bijaksana, beradab, berakal, yang dipikirkan ; polite : sopan, halus, beradab, sopan santun, terpilih, yang halus budi bahasanya ; policy :kebijaksanaan, haluan Negara. Secara istilah politik dapat diartikan sebagai aktivitas perilaku atau proses yang menggunakan kekuasaan untuk menegakkan peraturan-peraturan dan keputusan-keputusan yangsah berlaku di tengah masyarakat.
Sebagai salah satu cabang etika, etika politik merupakan salah satu bentuk filsafat praktis. Secara sederhana etika politik dapat diartikan sebagai cabang etika yang mempertanyakan tanggung jawab dan kewajiban manusia dalam menjalankan kehidupannya. Jadi etika politik tidak hanya mempertanyakan tanggung jawab dan kewajiban manusia sebagai warga negara saja, melainkan seluruh aktivitas hidupnya. Hal ini dikarenakan ruang lingkup kehidupan politik yang mencakup bidang kehidupan lainnya. Dengan kata lain etika politik berkenaan dengan dimensi politis kehidupan manusia (Franz Magnis Suseno, 2001: 17).
Etika Pancasila
Etika pancasila adalah cabang filsafat yang dijabarkan dari sila-sila Pancasila untuk mengatur perilaku kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di Indonesia. Oleh karena itu, dalam Pancasila terkandung nilai-nilai ketuhanan, kemanusian, persatuan, kerakyatan, dan keadilan. Kelima nilai tersebut membentuk perilaku bangsa Indonesia dalam semua aspek kehidupan. Sila ketuhanan mengandung dimensi moral berupa nilai spiritualis yang mendekatkan diri manusia kepada Sang Pencipta, dan ketaatan kepada nilai agama yang dianutnya. Sila kemanusiaan mengandung dimensi humanus, artinya menjadikan manusia lebih manusiawi, yaitu upaya meningkatkan kualitas kemanusiaan dalam pergaulan antar sesama. Sila persatuan mengandung nialai solidaritas, rasa kebersamaan (mitsein), dan cinta tanah air. Sila kerakyatan mengandung dimensi nilai berupa sikap menghargai orang lain, mau mendengar pendapat orang lain dan tidak memaksakan kehendak kepada orang lain. Sila keadilan mengandung dimensi nilai peduli atas nasib orang lain, dan kesediaaan membantu kesulitan orang lain.
Pancasila dalam Bidang Etika Politik
Pancasila sebagai sistem etika diperlukan dalam kehidupan politik untuk mengatir sistem penyelenggaraan negara. Etika politik mengatur perilaku politikus, berhubungan juga dengan praktik institusi sosial, hukum, komunitas, struktur-struktur soaial,`politik dan ekonomi. Etika politik memiliki tiga dimensi, yaitu tujuan, sarana, dan aksi politik itu sendiri.
Dimensi tujuan terrumuskan dalam uapaya mencapai kesejahteraan masyarakat dan hidup damai yang didasarkan pada kebebasan dan keadilan.
Dimensi sarana memungkinkan pencapain tujuan yang meliputi sistem dan prinsip-prinsip dasar pengorganisasian politik penyelenggaraan negara dan yang mendasari institusi-institusi.
Dimensi aksi politik berkaitan dengan pelaku pemegang peran sebagai pihak yang menentukan rasionalitas politik yang terdiri dari rasionalitas tindakan dan keutamaan. Tindakan politik dinamakan rasionalitas bila pelaku mempunyai orientasi situasi paham permasalahan.
Pancasila Menjadi Dasar yang Fundamental untuk Bertingkah Laku bagi Bangsa dan Negara Republik Indonesia
Pancasila sebagai dasar falsafah bangsa dan Negara yang merupakan satu kesatuan nilai yang tidak dapat dipisah-pisahkan dengan masing-masing sila-silanya. Karena jika dilihat satu persatu dari masing-masing sila itu dapat saja ditemukan dalam kehidupan berbangsa yang lainnya. Namun, makna Pancasila terletak pada nilai-nilai dari masing-masing sila sebagai satu kesatuan yang tak bisa ditukar-balikan letak dan susunannya. Pancasila tidak hanya merupakan sumber derivasi peraturan perundang-undangan, melainkan juga merupakan sumber moralitas terutama dalam hubungannya dengan legitimasi kekuasaan, hukum, serta kebijakan dalam penyelenggaraan negara. Untuk memahami dan mendalami nilai nilai Pancasila dalam etika berpolitik itu semua terkandung dalam kelima sila Pancasila.
Ketuhanan Yang Maha Esa
Sila pertama merupakan sumber nilai-nilai moral bagi kehidupan kebangsaan dan kenegaraan. Berdasarkan sila pertama, Negara Indonesia bukanlah negara teokrasi yang mendasarkan kekuasaan negara pada legitimasi religius. Kekuasaan kepala negara tidak bersifat mutlak berdasarkan legitimasi religius melainkan berdasarkan legitimasi hukum dan demokrasi. Walaupun Negara Indonesia tidak mendasarkan pada legitimasi religius, namun secara moralitas kehidupan negara harus sesuai dengan nilai-nilai yang berasal dari Tuhan terutama hukum serta moral dalam kehidupan negara. Oleh karena itu asas sila pertama lebih berkaitan dengan legitimasi moral.
Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
Sila kedua juga merupakan sumber nilai-nilai moralitas dalam kehidupan negara. Bangsa Indonesia sebagai bagian dari umat manusia di dunia hidup secara bersama dalam suatu wilayah tertentu, dengan suatu cita-cita serta prinsip hidup demi kesejahteraan bersama. Manusia merupakan dasar kehidupan dan penyelenggaran negara. Oleh karena itu asas-asas kemanusiaan adalah bersifat mutlak dalam kehidupan negara dan hukum. Dalam kehidupan negara kemanusiaan harus mendapatkan jaminan hukum, maka hal inilah yang diistilahkan dengan jaminan atas hak-hak dasar (asasi) manusia. Selain itu asas kemanusiaan juga harus merupakan prinsip dasar moralitas dalam penyelenggaraan negara.
Persatuan Indonesia
Persatuan berati utuh dan tidak terpecah-pecah. Persatuan mengandung pengertian bersatunya bermacam-macam corak yang beraneka ragam menjadi satu kebulatan. Sila ketiga ini mencakup persatuan dalam arti ideologis, politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan. Indonesia sebagai negara plural yang memiliki beraneka ragam corak tidak terbantahkan lagi merupakan negara yang rawan konflik. Oleh karenanya, diperlukan semangat persatuan sehingga tidak muncul jurang pemisah antara satu golongan dengan golongan yang lain. Dibutuhkan sikap saling menghargai dan menjunjung semangat persatuan demi keutuhan negara dan kebaikan besama. Oleh karena itu sila ketiga ini juga berkaitan dengan legitimasi moral.
Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan
Negara adalah berasal dari rakyat dan segala kebijaksanaan dan kekuasaan yang dilakukan senantiasa untuk rakyat. Oleh karena itu rakyat merupakan asal muasal kekuasaan negara. Dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara segala kebijaksanaan, kekuasaan serta kewenangan harus dikembalikan kepada rakyat sebagai pendukung pokok negara. Maka dalam pelaksanaan politik praktis, hal-hal yang menyangkut kekuasaan legislatif, eksekutif serta yudikatif, konsep pengambilan keputusan, pengawasan serta partisipasi harus berdasarkan legitimasi dari rakyat, atau dengan kata lain harus memiliki “legitimasi demokratis”
Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Dalam penyelenggaraan negara harus berdasarkan legitimasi hukum yaitu prinsip “legalitas”. Negara Indonesia adalah negara hukum, oleh karena itu keadilan dalam hidup bersama (keadilan sosial) merupakan tujuan dalam kehidupan negara. Dalam penyelenggaraan negara, segala kebijakan, kekuasaan, kewenangan serta pembagian senatiasa harus berdasarkan hukum yang berlaku. Pelanggaran atas prinsip-prinsip keadilan dalam kehidupan kenegaraan akan menimbulkan ketidakseimbangan dalam kehidupan negara.
Pola pikir untuk membangun kehidupan berpolitik yang murni dan jernih mutlak dilakukan sesuai dengan kelima sila yang telah dijabarkan di atas, yang mana dalam berpolitik harus bertumpu pada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyarawatan/Perwakilan dan dengan penuh Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia tanpa pandang bulu. Etika politik Pancasila dapat digunakan sebagai alat untuk menelaah perilaku politik Negara, terutama sebagai metode kritis untuk memutuskan benar atau salah sebuah kebijakan dan tindakan pemerintah dengan cara menelaah kesesuaian dan tindakan pemerintah itu dengan makna sila-sila Pancasila.
Etika politik harus direalisasikan oleh setiap individu yang ikut terlibat secara konkrit dalam pelaksanaan pemerintahan negara. Para pejabat eksekutif, legislatif, yudikatif, serta para pelaksana dan penegak hukum harus menyadari bahwa legitimasi hukum dan legitimasi demokratis juga harus berdasarkan pada legitimasi moral. Nilai-nilai Pancasila mutlak harus dimiliki oleh setiap penguasa yang berkuasa mengatur pemerintahan, agar tidak menyebabkan berbagai penyimpangan seperti yang sering terjadi dewasa ini. Seperti tindak pidana korupsi, kolusi dan nepotisme, penyuapan, pembunuhan, terorisme, dan penyalahgunaan narkotika sampai perselingkuhan di kalangan elit politik yang menjadi momok masyarakat.
Beberapa alasan mengapa pancasila menjadi dasar yang fundamental sebagai sistem etika dalam penyelenggaraan kehidupan bernegara di Indonesia, meliputi hal-hal sebagai berikut :
Dekadensi moral yang melanda kehidupan masyarakat, terutama generasi muda sehingga membahayakan kelangsungan hidup bernegara. Generasi muda yang tidak mendapatkan pendidikann karakter yang memadai dihadapkan pada pluralitas nilai yang melanda Indonesia sebagai akibat globalisasi sehingga mereka kehilangan arah. Dekadensi moral itu terjadi ketika pengaruh globalisasi tidak sejalan dengan nilai-nilai pancasila. Contoh-contoh dekadensi moral antara lain: penyalahgunaan narkoba, kebebasan tanpa batas, rendahnya rasa hormat kepada orang tua, menipisnya rasa kejujuran, tawuran di kalangan pelajar. Kesemuanya itu menunjukkkan lemahnya tatanan nilai moral dalam kehidupan bangsa Indonesia. Oleh karena itu, pancasila sebagai sistem etika diperlukan kehadirannya sejak dini, terutama dalam bentuk pendidikan karakter di sekolah-sekolah.
Korupsi akan merajalela karena para penyelenggara Negara tidak memiliki rambu-rambu normatif dalam menjalankan tugasnya. Para penyelenggara Negara tidak dapat membedakan batasan yang boleh dan tidak, pantas dan tidak, baik dan buruk. Pancasila sebagai sistem etika terkait atas pemahaman kriteria baik (good) dan buruk (bad). Archie Bahm, menjelaskan bahwa baik dan buruk merupakan dua hal yang terpisah. Namun, baik dan buruk itu eksis dalam kehidupan manusia, maksudnya godaan untuk berbuat buruk selalu muncul ketika seorang menjadi penjabat dan mempunyai peluang untuk melakukan tindakan buruk (korupsi), maka hal tersebut dapat terjadi pada siapa saja.
Kurangnya rasa perlu berkontribusi dalam pembangunan melalui pembayaran pajak. Pancasila sebagai sistem etika akan dapat mengarahkan wajib pajak untuk secara sadar memenuhi kewajiban perpajakannya dengan baik.
Pelanggaran hak-hak asasi manusia (HAM) dalam kehidupan bernegara di Indonesia ditandai dengan melemahnya penghargaan seseorang terhadap hak pihak lain. Hal itu menunjukkan bahwa kesadaran masyarakat terhadap nilai-nilai pancasila sebagai sistem etika belum berjalan maksimal. Oleh karena itu, di samping diperlukan sosialisasi sistem etika politik, diperlukan pula sistem penjabaran etika ke dalam peraturan perundang-undangan tentang HAM
Kerusakan lingkungan yang berdampak pada berbagai aspek kehidupan manusia, seperti kesehatan, kelancaran penerbangan, nasib generasi yang akan datang, global warming, perubahan cuaca, dan sebagainya. Kasus tersebut menunjukkan bahwa kesadaran terhadap nilai-nilai pancasila sebagai sistem etika belum mendapat tempat yang tepat di hati masyarakat. Masyarakat Indonesia dewasa ini cenderung meutuskan tindakan berdasarkan sikap emosional, mau menang sendiri, keuntungan sesaat tanpa memikirkan dampak yang ditimbulkan dari perbuatannya. Oleh karena itu, pancasila sebagai sistem etika perlu diterapkan ke dalam peraturan perundang-undangan yang menindak tegas para palaku perusak lingkungan.
Implementasi Etika Politik dalam Kehidupan Sehari-hari
Dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan Negara, etika politik menuntut agar kekuasaan dalam Negara dijalankan sesuai dengan asas legalitas (legitimasi hukum), yaitu dijalankan sesuai dengan hukum yang berlaku, disahkan dan dijalankan secara demokratis (legitimasi demokrasi), dan dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip moral (legitimasi moral).
Pancasila sebagai suatu sistem filsafat memiliki tiga dasar tersebut. Dalam pelaksanaan penyelenggaraan Negara, baik itu yang berhubungan dengan kekuasaan, kebijakan umum, pembagian serta kewenangan harus berdasarkan prinsip-prinsip yang terkandung dalam pancasila. Dengan demikian, pancasila merupakan sumber moralitas dalam proses penyelenggaraan Negara, terutama dalam hubungannya dengan legitimasi kekuasaan dan hukum. Pelaksanaan kekuasaan dan penegakan hukum dinilai bermoral jika selalu berdasarkan pancasila, bukan berdasarkan kepentingan penguasa belaka. Jadi pancasila merupakan tolok ukur moralitas suatu penggunaan kekuasaan dan penegakan hukum.
Kekuasaan kepala negara tidak mendasarkan pada legitimasi religius melainkan mendasarkan pada legitimasi hukum dan demokrasi. Oleh karena itu asas sila pertama lebih berkaitan dengan legitimasi moral. Inilah yang membedakan negara yang Berketuhanan yang Maha Esa dengan teokrasi. Walaupun dalam negara Indonesia tidak mendasarkan pada legitimasi religius, namun secara moralitas kehidupan negara harus sesuai dengan nilai-nilai yang berasal dari Tuhan, terutama hukum serta moral dalam kehidupan bernegara.
Sila Ketuhanan Yang Maha Esa lebih berkaitan legitimasi moral. Artinya, proses penyelenggaraan Negara dan kehidupan Negara tidak boleh diarahkan pada paham anti Tuhan dan anti agama, akan tetapi kehidupan dan penyelenggaraan Negara harus selalu berdasarkan nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa. Dengan demikian sila pertama merupakan legitimasi moral religius bagi bangsa Indonesia. Selain berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, Negara Indonesia juga harus berkemanusiaan yang adil dan beradab. Dengan kata lain, kemanusiaan yang adil dan beradab memberikan legitimasi moral kemanusiaan dalam penyelenggaraan Negara. Negara pada prinsipnya adalah persekutuan hidup manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Manusia merupakan dasar kehidupan serta pelaksanaan dan penyelenggaraan Negara. Oleh karena itu asas-asas kemanusiaan mempunyai kedudukan mutlak dalam kehidupan Negara dan hukum, sehingga jaminan hak asasi manusia harus diberikan kepada setiap warga Negara. Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab mempunyai keterkaitan yang sangat erat dengan sila Ketuhanan Yang Maha Esa.
Sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan juga merupakan sumber etika politik bagi bangsa Indonesia. Sila ini menegaskan bahwa Negara berasal dari rakyat dan segala kebijakan dan kekuasaan diarahkan senantiasa untuk rakyat. Sila ini memberikan legitimasi demokrasi bagi penyelenggaraan Negara.
Oleh karena itu, dalam proses penyelenggaraan Negara, segala kebijakan, kewenangan dan kekuasaan harus dikembalikan kepada rakyat. Dengan demikian, aktivitas politik praktis yang menyangkut kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif serta konsep pengambilan keputusan, pengawasan dan partisipasi harus berdasarkan legitimasi dari rakyat.
Sila keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia memberikan legitimasi hukum (legalitas) dalam kehidupan dan penyelenggaraan Negara. Indonesia merupakan Negara hukum yang selalu menjunjung tinggi aspek keadilan sosial. Keadilan sosial merupakan tujuan dalam kehidupan Negara, yang menunjukkan setiap warga Negara Indonesia mendapatkan perlakuan adil dalam bidang hukum, politik, sosial, ekonomi dan kebudayaan.
Nilai-nilai yang terkandung dalam setiap sila pancasila harus dijadikan patokan bagi setiap penyelenggara Negara dan rakyat Indonesia. Nilai-nilai tersebut harus diimplementasikan dalam berbagai bidang kehidupan, sehingga pada akhirnya akan terbentuk suatu pemerintahan yang etis serta rakyat yang bermoral pula.
Berikut beberapa contoh tindakan yang sesuai dengan etika politik berdasar pancasila:
Kebebasan memeluk agama di Indonesia sesuai dengan agama – agama yang diakui di Indonesia.
Toleransi terhadap kegiatan peribadatan dan perayaan hari raya suatu agama tertentu.
Pemberian jaminan perlindungan dan keaman terhadap upacara keagamaan suatu agama yang berlangsung di Indonesia.
Mencegah adanya konflik untuk menjaga stabilitas nasional.
Semua pelaku politik tidak menyalahgunakan kekuasaannya karena hal tersebut salah menurut agama apapun.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Etika berarti ilmu tentang segala sesuatu yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan. Etika mencakup norma, nilai dan moral. Nilai (value) adalah sifat dan kualitas yang melekat pada suatu objeknya. Norma merupakan suatu kesadaran dan sikap luhur yang dikehendaki oleh tata nilai untuk dipatuhi. Sedangkan moral adalah ajaran tentang hal yang baik dan buruk, yang menyangkut tingkah laku dan perbuatan manusia.
Etika pancasila adalah cabang filsafat yang dijabarkan dari sila-sila Pancasila untuk mengatur perilaku kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di Indonesia. Oleh karena itu, Pancasila sebagai sistem etika diperlukan dalam kehidupan politik untuk mengatir sistem penyelenggaraan negara. Etika politik mengatur perilaku politikus, berhubungan juga dengan praktik institusi sosial, hukum, komunitas, struktur-struktur soaial,`politik dan ekonomi.
Beberapa alasan mengapa pancasila menjadi dasar yang fundamental sebagai sistem etika dalam penyelenggaraan kehidupan bernegara di Indonesia di antaranya untuk mengatasi dekadensi moral generasi muda, korupsi, kurangnya rasa berkontribusi untuk pembangunan Negara, pelanggaran hak asasi manusia, kerusakan lingkungan, dan lainnya. Dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan Negara, etika politik menuntut agar kekuasaan dalam Negara dijalankan sesuai dengan asas legalitas (legitimasi hukum), yaitu dijalankan sesuai dengan hukum yang berlaku, disahkan dan dijalankan secara demokratis (legitimasi demokrasi), dan dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip moral (legitimasi moral).
DAFTAR PUSTAKA
Adnan, M. Fachri.2003. Pendidikan Pancasila Untuk Perguruan Tinggi. Padang: Universitas Negeri Padang.
Asmawati . 2015. Pancasila Sebagai Etika Politik. https://asmawatyfricilia.wordpress.com.
Hasan, M. Iqbal, M.M. 2002. Pokok-pokok Materi Pendidikan Pancasila. PT Raja Grafindo Persada: Jakarta.
Kaelan. 2010. Pendidikan Pancasila Fakultas Filsafat UGM .Yogyakarta: Paradigma
Magnis, Franz dan dan Suseno.1986. Etika Dasar. Jakarta: Gramedia.
Nurtjahjo, Hendra. 2005. Filsafat Demokrasi. Jakarta: Bumi Aksara.
RISTEKDIKTI. 2016. Pendidikan Pancasila Untuk Perguruan Tinggi. Jakarta.
Sunoto. 1982. Mengenal Filsafat Pancasila Pendekatan Melalui Etika Pancasila. Yogyakarta: Hanindita.
Suseno Von Magnis. 1978. Etika Politik, Prinsip-Prinsip Moral Dasar Kenegaraan Modern..PT. Gramedia: Jakarta.
Komentar
Posting Komentar