Karya Tulis Ilmiah: Bahasa Arab Mudah Sebagai Label Perspektif Baru
“AL-ARABIYYAH SAHLAH” SEBAGAI LABEL PERSPEKTIF BARU DALAM MENYONGSONG PEMBELAJARAN BAHASA ARAB DI ERA NEW NORMAL
Oleh: Ayu Nur Islami
PBA IAIN Salatiga/ E-mail: ayunurislami98@gmail.com
Abstrak: Penelitian
ini dilakukan dengan menyebar kuesioner dan menyimpulkan bahwa 23 dari 36 orang
berasumsi bahasa Arab itu sulit. Hal inilah yang melatarbelakangi penulisan
artikel ini. Kalam Allah dan RasulNya yang berbahasa Arab telah mutlak menjadi pedoman
hidup, sehingga umat muslim harus berusaha mempelajarinya. Jika secara
psikologis saja bahasa Arab sudah dianggap sulit, maka akan menjadi penghambat
kepedulian bagi banyak orang untuk mempelajarinya. Tujuan ditulisnya artikel
ini adalah untuk memperbaharui perspekstif mengenai bahasa Arab yang nantinya
dapat menjadi modal utama untuk menggerakan minat dan motivasi bagi para pembelajar.
Selain itu, pembaharuan metodologis pun tidak kalah penting, di mana teknik dan
metode mengajar para pendidik harus benar-benar ditingkatkan. Para pendidik
senior, mahasiswa, bahkan institusi pengamong bidang bahasa Arab harus membekali
dirinya dengan kompetensi mengajar yang tepat. Bahkan era new normal ini
menjadi kesempatan sekaligus tantangan untuk memperbaiki itu semua. Maka perlu
adanya pembahasan lebih mendalam untuk menggaungkan bahwa Al-Arabiyyah
Sahlah (bahasa Arab itu mudah) untuk dipelajari, sebagaimana janji Kalam
Ilahi “Dan sungguh, telah Kami mudahkan Al-Qur’an (yang berbahasa Arab) untuk
peringatan, maka adakah orang yang mau mengambil pelajaran? ”
Kata Kunci: Al-Arabiyyah,
Sahlah, Perspektif, Pembelajaran, New Normal
PENDAHULUAN
B |
ahasa Arab adalah salah satu ilmu penting yang harus dipelajari
oleh kaum muslimin. Bagaimana tidak, tatanan hidup yang menjadi pedoman bagi
kehidupan manusia adalah Al-Qur’an dan Hadits yang berbahasa Arab. Bukan hanya
perihal religiusitas, era revolusi industri 4.0 ini juga mempengaruhi peran
bahasa Arab yang harus dikuasai oleh banyak orang sebagai alat komunikasi jika
ingin bergelut di dunia industri perdagangan atau pariwisata internasional
khususnya negara-negara yang berbahasa Arab. Jika bahasa Arab mampu dikuasai
oleh seseorang maka hal itu bukan hanya menjadi jendela tetapi justru menjadi
pintu untuk mencapai kebahagiaan yang luar biasa baik untuk kepentingan duniawi
maupun ukhrawi. Namun sayangnya, eksistensi bahasa Arab di sekitar kita
menjadi kurang diminati. Banyak orang yang beranggapan bahwa bahasa Arab itu
terlalu sulit untuk dipelajari dan dipahami hingga terjadilah eksklusifisme terhadap
bahasa Arab. Anehnya lagi sebagaiamana dikutip dari Sulistiyani (2006: 49) meyatakan bahwa sebagian orang beropini jika
salah dalam mengucapkan atau melafadzkan huruf Arab akan mendapat dosa.
Jika sulitnya matematika, kimia, fisika, dan ilmu hitungan lainnya
orang-orang rela untuk mencari guru bimbel, lalu bagaimana dengan sulitnya
bahasa Arab? Apakah ada yang mencari guru bimbel bahasa Arab? Mungkin ada, tapi
tidak seramai pelajaran lainnya. Eksistensi bahasa Arab juga nampaknya kalah
dari bahasa Inggris, hal ini dapat kita lihat dari tempat kursus di Pare,
Kediri di mana lembaga yang menyediakan kursus bahasa Arab masih bisa dihitung
jari, kalah jauh dengan bahasa Inggris. Hal ini harusnya membuka peluang dan inovasi
bagi para pegiat bahasa Arab untuk menciptakan wahana baru yang menyediakan
akses dan fasilitas pembelajaran bahasa Arab. Jika menilik pada mahfudhzat ”من
جدّ وجد”, lantas mengapa bahasa Arab masih sepi
peminat? Anggapan doktrin bahwa bahasa Arab itu sulit menjadi faktor penyebab
trauma psikologis pada seseorang bahkan sebelum ia mempelajarinya hingga ia
enggan mempelajarinya. Sementara itu, dalam realita penerapan pembelajarannya
juga kurang dapat menarik minat dan semangat para pembelajar karena metode dan
teknik yang digunakan kurang kreatif dan membosankan. Sehingga dari sini, dapat
kita tarik 2 faktor utama yang menyebabkan bahasa Arab itu cenderung stagnan
yaitu faktor psikologis dan metodologis.
Sebagaimana ada
aksi maka akan ada reaksi. Ada masalah harusnya ditemukan solusinya. Jika
secara doktrin membuat psikologis banyak orang terpengaruh untuk enggan
mempelajari bahasa Arab maka solusinya adalah dengan mendatangkan doktrin baru
yang mampu mengubah mindset sebelumnya. Maka diperlukan motivasi dan
dalil rasionalitas yang mampu mengangkat kembali eksistensi bahasa Arab sebagai
landasan dari doktrin baru. Para pegiat dan pengajar bahasa Arab harus berbekal
dengan sejuta sumber dan motivasi serta alasan yang menganjurkan agar
orang-orang mau mempelajari bahasa Arab, sebagai contoh misalnya: perkataan Umar radhiyallahu
‘anhu “Pelajarilah bahasa Arab karena sesungguhnya bahasa Arab itu dapat
mengokohkan akal dan menambah kehormatan” (Sa’id: 2017). Tidak cukup
dengan doktrin semata, untuk memperbaharui eksistensi bahasa Arab juga dibutuhkan
realita penerapannya. Pengajar, mahasiswa calon pengajar, bahkan lembaga
institusi yang membidangi bahasa Arab harus benar-benar membekali dirinya
dengan kompetensi dan keahlian berupa metode menarik dan kreatif yang mampu
menggugah selera dan semangat belajar para pembelajar. Era new normal ini
menjadi tantangan sekaligus kesempatan untuk mengenalkan bahwa bahasa Arab
itu mudah. Dengan demikian, diharapkan anggapan semula yang mengatakan bahwa
bahasa Arab itu sulit kini bisa berubah label menjadi bahasa Arab itu mudah (Al-Arabiyyah
Sahlah).
METODE PENELITIAN
Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif yaitu suatu metode
dalam meneliti status sekelompok manusia, objek, kondisi, sistem pemikiran,
ataupun suatu peristiwa pada masa sekarang yang bertujuan untuk membuat
deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai
fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki (Susilana & Johan, 2012: 75-76). Peneliti mencari fakta mengenai anggapan sebagian orang tentang
belajar bahasa Arab kemudian mendeskripsikannya dan menghubungkannnya dengan
beberapa solusi. Dalam penelitian ini, yang menjadi objek penelitian adalah
pelajar dan mahasiswa yang pernah belajar bahasa Arab. Alat pengumpul data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah dengan membagikan kuesioner, yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi
seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk
dijawabnya (Susilana & Johan,
2012: 202) dan wawancara
melalui media sosial kepada mahasiswa dan pelajar yang pernah belajar bahasa
Arab. Teknik analisis data penelitian ini yaitu dengan mengumpulkan hasil
kuesioner dan wawancara kemudian merumuskannya dalam bentuk tabel atau diagram dan
disimpulkan secara deskriptif hingga memberikan beberapa masukan atau solusi
atas fakta yang telah didapatkan yaitu dengan merujuk pada literatur yang
berkaitan dengan masalah tersebut.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANNYA
Hasil
1.
Perspektif tentang Bahasa Arab
Perspektif
adalah suatu pandangan dari suatu dasar pemikiran atau yang menjadi dasar
pemikiran (Sari, 2016). Dari kuesioner yang telah disebar, 23 orang (63,9%) dari
36 responden baik dari kalangan mahasiswa maupun pelajar yang pernah belajar
bahasa Arab menganggap bahwa bahasa Arab itu sulit. Angka ini akan jauh lebih
tinggi lagi jika kuesioner disebarkan kepada masyarakat umum, sebagaimana
dikutip dari Sulistiyani (2006: 50-51) tentang
adanya eksklusifisme terhadap bahasa Arab, yaitu anggapan-anggapan buruk
tentang bahasa Arab oleh masyarakat umum.
2.
Keadaan Psikologi Ketika Belajar Bahasa Arab
Bahasa
Arab adalah salah satu pelajaran yang dianggap sulit. Dari kuesioner yang telah
disebar diperoleh berbagai keadaan psikologis yang beragam di mana 9 orang
menganggap bahwa belajar bahasa Arab itu susah/rumit, 2 orang mengatakan bosan,
22 orang mengatakan bahwa belajar bahasa Arab itu butuh waktu yang lama, 4
orang mengatakan mudah, 17 orang mengatakan asyik, dan 4 orang mengatakan bahwa
hanya butuh waktu singkat untuk dapat memahami pelajaran bahasa Arab.
Jawaban |
Jumlah |
Susah/rumit |
9 |
Membosankan |
2 |
Butuh waktu
lama |
22 |
Mudah |
4 |
Mengasyikkan |
17 |
Hanya butuh
waktu singkat |
4 |
Tabel 1. Perolehan keadaan
psikologis responden ketika belajar bahasa Arab.
3.
Subjek yang Dianggap Berpengaruh dalam Pembelajaran Bahasa Arab
Ada
berbagai macam faktor yang mempengaruhi motivasi belajar. Dalam kuesioner yang
disebar, peneliti hanya memberikan dan memfokuskan 2 opsi subjek pengaruh yaitu
guru dan materi pelajaran serta opsi tambahan yang menggabungkan keduanya, maka
diperoleh 3 orang mengatakan bahwa yang menyebabkan bahasa Arab itu mudah atau
sulit untuk dipelajari adalah materinya, 14 orang mengatakan disebabkan oleh
gurunya, dan 19 orang mengatakan keduanya, baik materi dan guru
mempengaruhinya.
Jawaban |
Jumlah |
Materi |
3 |
Guru |
14 |
Materi dan
Guru |
19 |
Tabel 2. Perolehan tanggapan
responden tentang subjek yang dianggap berpengaruh dalam pembelajaran bahasa
Arab.
4.
Tanggapan Jika Bahasa Arab Diasumsikan Mudah
Salah
satu cara yang digunakan untuk menarik minat motivasi belajar adalah dengan
memberikan sugesti atau doktrin. Dalam kuesioner ini peneliti mengajukan
sugesti bahwa bahasa Arab itu mudah, dan ternyata diperoleh 16 orang mengatakan
setuju, 7 orang tidak setuju, dan 13 orang lainnya menjawab terserah.
Jawaban |
Jumlah |
Setuju |
16 |
Tidak setuju |
7 |
Terserah |
13 |
Tabel 3. Perolehan
tanggapan responden jika bahasa Arab diasumsikan mudah.
5.
Wawasan Orang Mengenai Al-Qur’an adalah Berbahasa Arab dan Bahasa
Arab Adalah Salah Satu Bidang Keilmuan yang Mendapat Jaminan Kemudahan dari
Allah
Hampir
dari semua responden menjawab bahwa mereka sudah mengetahui bahwa Al-Qur’an
adalah berbahasa Arab yaitu dengan persentase 97,2% dan hanya 1 orang yang menjawab
belum. Sementara itu, ketika responden disuguhkan dengan Al-Qur’an surah Al-Qamar
yang artinya “Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Qur’an untuk
pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran?” maka 30 orang
menjawab sudah mengetahui ayat tersebut dan hanya 6 orang yang belum
mengetahui.
PEMBAHASAN
1.
Perspektif Tentang Bahasa
Arab
Salah
satu hal yang mempengaruhi motivasi belajar adalah perspektif atau sudut pandang dan sugesti mengenai sesuatu. Sugesti merupakan sebuah kata serapan
yang berasal dari bahasa Inggris suggestion. Secara umum, sugesti
dapat didefinisikan sebagai pengaruh psikis yang datang kepada seorang individu
yang bisa datang dari diri sendiri maupun dari orang lain tanpa adanya daya
kritik dari individu tersebut (Samuel, 2016). Di Indonesia, pelajaran bahasa
Arab termasuk pelajaran yang minim peminat, terlebih lagi pelajaran ini hanya
dikhususkan pada lembaga dan institusi yang berada di bawah naungan Kemenag
atau lembag islami seperti pondok dan madrasah. Maka tidak mengherankan jika pelajaran
itu menimbulkan kontra bagi para pembelajar transisi yaitu misalnya mereka yang
dari sekolah dasar umum ingin melanjutkan ke madrasah tsanawiyah atau masuk
pondok pesantren.
Ada yang menganggap bahwa bahasa Arab itu sulit
karena merupakan sesuatu yang baru untuk mereka yang
pemula dan anggapan-anggapan buruk lainnya. Bahkan yang lebih parahnya ada yang
mengganggap bahwa bahasa Arab hanya diwajibkan kepada mereka yang akan bergelut
di dunia dakwah dan ilmu agama, serta anggapan aneh lainnya yang mengatakan
bahwa jika salah dalam melafadzkan huruf Arab akan mendapat dosa (Sulistiyani,
2006:49). Anggapan-anggapan seperti inilah yang harus dihilangkan karena
anggapan (dhzan) itu pengaruhnya sangat besar, apa yang kita pikirkan
akan menjadi penggerak tindakan yang akan dilakukan, bahkan dalam sebuah hadits
disebutkan:
وَعَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ – رَضِيَ اللهُ عَنْهُ – : أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ – صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – ، قَالَ : (( يَقُوْلُ اللهُ تَعَالَى : أَنَا عِنْدَ ظَنِّ
عَبْدِي بِي
Dari
Abu Hurairah radhiyallahu
‘anhu, ia berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Allah
Ta’ala berfirman: Aku sesuai persangkaan hamba-Ku… [HR. Bukhari,
no. 6970 dan Muslim, no. 2675]
Selain itu juga, kita harus mengabaikan para
pesimisme yang mengampanyekan perspektif negatif tentang bahasa Arab seperti
kalimat “jangan ambil prodi bahasa Arab, berat. Kamu nggak akan kuat!”. Padahal
bahasa Arab adalah pelajaran yang sesungguhnya telah mendapat jaminan kemudahan
langsung dari Allah, sebagaimana firmanNya dalam surah Maryam/19:97
فَإِنَّمَا يَسَّرْنَاهُ بِلِسَانِكَ لِتُبَشِّرَ بِهِ الْمُتَّقِينَ
وَتُنْذِرَ بِهِ قَوْمًا لُدًّا
“Maka
sesungguhnya telah Kami mudahkan Al- Qur'an itu dengan bahasamu, agar kamu dapat memberi
kabar gembira dengan Al-Qur'an itu kepada orang-orang yang bertakwa, dan agar kamu memberi
peringatan dengannya kepada kaum yang membangkang.”
Allah telah menurunkan syariat ini dengan
kehendak terbaik, maka tidak mungkin Allah mempersulit syariatnya karena agama
ini mudah.
إِنَّ
الدِّينَ يُسْرٌ
“Sesungguhnya
agama Islam itu mudah.” (HR. Bukhari no. 39).
Pada ayat yang lainnya, Allah menjamin kemudahan
bahasa Arab bahkan menyebutkannya berulang dengan redaksi yang sama yaitu dalam
surah Al-Qamar/54 ayat 17, 22, 32, dan 40.
وَلَقَدْ يَسَّرْنَا الْقُرْآنَ لِلذِّكْرِ فَهَلْ مِنْ مُدَّكِرٍ
“Dan
sesungguhnya telah Kami mudahkan Al Qur'an untuk pelajaran, maka adakah orang
yang mengambil pelajaran?”
Jika Allah sang Maha Pencipta sudah menjajikan Al-Qur’an
yang berbahasa Arab itu mudah, maka harus kita yakini dan kita berusaha dalam
mempelajarinya. Bahasa Arab memang harus dikampanyekan sebagai sebuah ilmu yang
mudah, bukan karena hanya iming-iming sebagai alat komunikasi internasional
namun juga penting untuk mempertahankan eksistensi agama Islam, karena jika
kita paham bahasa Arab maka hal itu bukan hanya menjadi jendela tapi pintu dari
setiap kebahagian dunia dan akhirat.
2.
Problematika Bahasa Arab dari Sisi Psikologis dan Metodologis
Bahasa
Arab adalah salah satu
pelajaran yang dicap sebagai pelajaran rumit dan memiliki banyak problem di
dalamnya. Sebagian penyair berkata: “Nahwu itu sulit dan tangga naiknya itu
panjang…” Maka Muhammad Ibn Shalih Al-Utsaimin dalam kitabnya Syarh
Al-Ajurumiyyah (2005: 10) menjawab “Hal itu tidak benar dan kita tidak
sepakat terhadap ungkapan tersebut, justru sebaliknya kita berpendapat
insyaaAllah nahwu itu mudah, tangga naiknya juga pendek, dan tingkatannya
mudah, dan kita bisa memahaminya dari awal belajar”.
Pada
awal proses pembelajaran bahasa Arab, pengajar seharusnya memulai pembelajaran
dengan ístima’ (mendengarkan) bukan dengan qira’ah (mengeja-membaca)
atau kitabah (menulis) karena prinsipnya sama seperti bayi yang baru
belajar berbicara, ia harus banyak mendengar terlebih dahulu sehingga dalam akalnya
akan menerima rangsangan yang menjadi bahan pemikirannya yang kemudian lahir
sebagai pengetahuan. Selain itu juga, pengajar harus memperhatikan kapasitas
kemampuan peserta didiknya, jika peserta didiknya adalah al-mubtadi’un (pemula) maka
jangan sampaikan kepada mereka materi-materi yang sulit. Syeikh Faras (2008:
31) mengutip pendapat Imam Asy-Syathibi yang mengatakan bahwa salah satu adab
guru adalah tidak boleh menyebutkan materi untuk penuntut ilmu tingkat akhir
kepada penuntut ilmu yang masih pemula. Kemudian, di antara tips belajar yang
baik adalah belajar sedikit-sedikit namun terus-menerus, sebagaiamana Allah
menurunkan Al-Qur’an kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dengan berangsur-angsur agar lebih menetap di
hati dan pikiran. Sebagaimana disebutkan dalam surah Al-Furqan/25:32
وَقَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا لَوْلا نُزِّلَ عَلَيْهِ الْقُرْآنُ
جُمْلَةً وَاحِدَةً كَذَلِكَ لِنُثَبِّتَ بِهِ فُؤَادَكَ وَرَتَّلْنَاهُ تَرْتِيلا
“Berkatalah
orang-orang yang kafir: "Mengapa Al-Qur'an itu tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja?". Demikianlah supaya
Kami perkuat hatimu dengannya dan Kami membacakannya secara tartil (teratur dan
benar).”
Jadi, subjek yang menjadi pemicu belajar bahasa Arab itu mudah atau sulit adalah
diri kita sendiri dan juga kesalahan metode yang digunakan oleh guru atau pengajar
dalam proses pembelajaran, bukan materi yang ada dalam pelajaran bahasa Arab.
3.
Pentingnya Doktrin dan Label Baru Untuk Mempengaruhi Semangat
Belajar Bahasa Arab di Era New Normal
Telah
diketahui bahwa salah satu faktor yang paling kuat dalam keberhasilan belajar
adalah motivasi. Motivasi memiliki kontribusi dalam menumbuhkan minat
pembelajar untuk mempelajari suatu bahasa asing (Islam, 2015: 1). Motivasi dapat diberikan dalam bentuk sugesti. Sujanto (2004: 93)
menyatakan bahwa sugesti merupakan rangkaian kata yang disusun dan disampaikan
dengan cara, situasi, dan tujuan tertentu untuk mempengaruhi kehidupan
seseorang. Sebagai seorang pengajar, dalam menyampaikan materi dituntut untuk
memberi apersepsi kepada peserta didiknya. Sugesti berupa kata-kata positif
akan sangat mempengaruhi bahkan akan tersimpan lama di pikiran dan perspektif
peserta didik. Sebagaimana banyak orang mengatakan bahwa disakiti dengan kata
itu lebih lama membekas dibandingkan dengan tamparan atau pukulan yang bisa
sembuh hanya dalam beberapa hari.
Tidak
diragukan juga bahwa sugesti dengan kata-kata akan lebih dapat memacu semangat
belajar peserta didik dibandingkan dengan hanya menggunakan metode. Sebagaimana
penelitan yang telah dilakukan oleh Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas
Pendidikan Ganesha Singaraja Indonesia tentang Penerapan Pemberian Sugesti
Positif dengan Model SAVI untuk
Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas V yang membawa dampak hasil
belajar yang baik bagi peserta didik SD Mutiara Singaraja (Septiani,
2016: 10).
Selain
itu, para pegiat dan pengajar bahkan institusi pengamong bidang bahasa Arab
juga harusnya berinovasi dengan meluncurkan media pembelajaran yang melabelkan
bahwa bahasa Arab itu mudah untuk dipelajari, sebagaimana pada penamaan judul
buku. Judul buku harus dibuat seunik mungkin agar dapat mensugesti dan memberi
pengaruh kepada orang yang melihat atau calon pembaca agar dengannya ia
tertarik untuk memliki dan menelaah isi buku tersebut. Beberapa buku bahasa
Arab telah ada yang diterbitkan dengan judul unik, seperti buku pembeajaran
bahasa Arab untuk jenjang SD/MI yang berjudul “Mudah Bahasa Arab” karya Rahmat
Faisyal dan modul pelajaran bahasa Arab untuk SMP di Kota Padang Panjang dengan
judul “Al-Arabiyyah Sahlah -Bahasa Arab itu Mudah-” karya Afrinaldi
Yunas S.Pd.
Kemudian, jargon atau yel-yel juga bisa dipakai untuk sarana ice breaking saat proses belajar mengajar di
kelas, sebagaimana yang diterapkan oleh UKM Ittaqo IAIN Salatiga dengan gerakan dan lafal unik:
كَيْفَ
الْعَرَبِيَّة؟ |العَرَبِيَّةُ
سَهْلَةٌ. كَيْفَ
نَتَعَلَّمُهَا؟| نَتَعَلَّمُهَا بِالْحَمَّاسَةِ.
Pada penelitian
yang telah dilakukan, 16 orang menyatakan setuju jika ada yang mengatakan bahwa
bahasa Arab itu mudah, dan 13 lainnya tidak mempersalahkan jika ada yang
berpendapat bahwa bahasa Arab itu mudah serta 30 orang juga telah mengethaui bahwa sebenarnya
Al-Qur’an yang berbahasa Arab itu sudah dijamin kemudahannya oleh Allah. Hal ini berarti ada peluang besar bagi para guru atau pengajar
untuk menggaungkan bahwa bahasa Arab itu mudah karena responden atau peserta
didik tidak terlalu mempermasalahkan tentang suatu perspektif. Jika bukan dari
orang-orang yang sekarang membidangi bahasa Arab yang menggencarkan perspektif
bahwa bahasa Arab itu mudah, maka siapa lagi? Label baru untuk bahasa Arab
harus segera digaungkan, terlebih di masa-masa kritis seperti sekarang.
Pembelajaran daring menjadi tantangan bagi para guru dan pengajar. Mereka
dituntut untuk tetap bisa menyampaikan materi pelajaran dengan cara yang
kreatif walaupun suasananya berbeda dengan
sebelumnya yang berlangsung dengan tatap muka. Maka sejalan dengan itu, bahasa Arab
juga harusnya lahir dengan new label dan new perspective yaitu Al-Arabiyyah
Sahlah (Bahasa Arab itu Mudah).
KESIMPULAN
Bahasa Arab
telah dicap sebagai pelajaran yang susah dan rumit. Walaupun demikian, semua orang sudah mengetahui bahwa Al-Qur’an dan Hadits
yang menjadi pedoman hidup adalah berbahasa Arab. Maka dengan dasar ini, kita
menjadikannya landasan bahwa meskipun sulit namun tetap penting dan wajib
diusahakan untuk mempelajarinya karena bahasa Arab menjadi alat untuk memahami
syariat Islam. Perspektif bahwa bahasa Arab itu sulit harus dihapuskan dari
benak pikiran mereka yang sedang mempelajarinya, karena hal tersebut sangat
merugikan, karena segala apa yang dipikirkan akan menjadi penggerak dalam
bertindak, jika dalam diri telah tertanam perspektif bahwa bahasa Arab itu
sulit maka akan timbul rasa malas dan enggan untuk mempelajarinya, begitupun
sebaliknya. Maka diperlukan perbaikan dan label baru untuk mengatasi hal
tersebut. Al-Arabiyyah Sahlah cocok untuk dikampanyekan dan diharapkan mampu menjadi label dan perspektif baru
di era new normal ini,
SARAN
1.
Kepada para pembelajar pemula bahasa Arab, hendaknya
lebih menanamkan persepsi bahwa bahasa Arab itu adalah ilmu yang telah mendapat
jaminan kemudahan dari Allah maka diperlukan kesungguhan dan kesabaran dalam
mempelajarinya.
2.
Kepada para pembelajar tingkat akhir bahasa Arab, hendaknya tidak
menimbulkan kesan buruk dan memberikan rasa pesimis kepada pembelajar pemula
tentang bahasa Arab, justru pembelajar tingkat akhir adalah harapan untuk dapat
menjadi agen pembaharu dan penyemangat.
3.
Kepada semua pihak yang bernaung di bidang bahasa Arab, hendaknya
terus meningkatkan kualitas metode mengajarnya dan berinovasi untuk menciptakan
karya-karya yang dapat memajukan eksistensi bahasa Arab.
DAFTAR RUJUKAN
العثيمين، محمد ابن صالح. 2005. شرح الآجرومية. الرياض: مكتبة الرشد
مشعل، فراس بن خليل. 2008. التدرج
في طلب العلم. جمعية منتدى العلم النافع
Imamuddin. 2018. Hentikan Perspektif Belajar Bahasa Arab yang
Sulit. https://www.kompasiana.com/al-khaliqy/5bf67ad443322f68a427bc13/hentikan-perspektif-belajar-bahasa-aran-yang-sulit diakses
26 Agustus 2020
Islam,
Asep Muhammad, A., Islam, S., Aliyah, M., & Tanggeung, N. (2015). FAKTOR
DEMOTIVASI PEMBELAJARAN BAHASA ARAB. 2(1), 1–16.
Septiani, N. D. dkk. (2016). PENERAPAN PEMBERIAN SUGESTI POSITIF DENGAN
MODEL SAVI KELAS V.
Sulistiyani, F. (2006). PENDIDIKAN BAHASA ARAB ( Antara Eksklusifisme dan
Inklusifisme ). Al-Arabiyah, 2(2), 50–71.
Susilana, Rudi, M., Johan, R., & Si, M. (2012). Penelitian
pendidikan.
Tuasikal, Muhammad Abduh. 2013. Ajaran
Islam Tidak Membuat Susah.
https://rumaysho.com/3150-ajaran-islam-tidak-membuat-susah.html diakses
26 Agustus 2020
_________________________. 2018. Aku Sesuai Persangkaan Hamba-Ku
Hingga Balasan Mengingat Allah. https://rumaysho.com/17041-aku-sesuai-persangkaan-hamba-ku-hingga-balasan-mengingat-allah.html diakses
26 Agustus 2020
Ukkasyah, Sa’id Abu. 2017. Keistimewaan Bahasa Arab (7). https://muslim.or.id/31351;keistimewaan-bahasa-arab-7.html diakses
26 Agustus 2020
(Sulistiyani, 2006)
Sulistiyani, F. (2006). PENDIDIKAN BAHASA ARAB ( Antara Eksklusifisme dan
Inklusifisme ). Al-Arabiyah, 2(2), 50–71.
Komentar
Posting Komentar