Pembelajaran Kooperatif
PEMBELAJARAN KOOPERATIF (COOPERATIVE LEARNING)
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Metodologi
Pembelajaran Bahasa Arab
Dosen Pengampu: Dra. Ulfah Susilawati, M.Si
Disusun oleh:
Kelompok VIII
Ayu Nur
Islami (23020170047)
Lailatin
Mas’amah (23020170048)
Rika
Fatmawati (23020170049)
Nanang Yahya Hendrawan (23020170050)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA ARAB
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Dunia pendidikan adalah wadah untuk
tercapainya suatu tujuan atau cita-cita yang diinginkan. Dalam pelaksanaannya,
kegiatan belajar mengajar menjadi salah satu hal yang menjadi sorotan penting.
Adanya sistem reward dan perankingan dalam suatu kelas, menjadikan
setiap siswa saling bersaing dalam hal akademik maupun lainnya demi mendapatkan
penghargaan tersebut. Tidak heran bila terkadang muncul sikap individualisme
dalam diri siswa dan tidak ingin saling belajar bersama dengan teman-temannya.
Seakan-akan pengahargaan tersebut harus didapatkan dengan egoisme dan
persaingan. Hal inilah yang menjadikan perlunya diterapkan pembelajaran
kooperatif (cooperative learning). Pembelajaran kooperatif adalah model
pembelajaran yang melibatkan beberapa siswa untuk belajar dan bekerja sama
menyelesaikan suatu permasalahan. Dengan adanya pembelajaran kooperatif, setiap
siswa dituntut untuk saling membantu dan melengkapi satu sama lain. Sehingga
dalam pembelajaran ini bukan hanya aspek kognitif (intelektual) yang dapat
dicapai, akan tetapi juga dapat mewujudkan sikap sosialisme, toleransi, kerja
sama, dan nilai-nilai afektif (kepribadian) lainnya.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa
definisi dan hakikat pembelajaran kooperatif?
2.
Apa
saja karakteristik dan prinsip-prinsip pembelajaran kooperatif?
3.
Apa
saja unsur-unsur pembelajaran kooperatif?
4.
Apa
saja tujuan pembelajaran kooperatif?
5.
Apa
saja prosedur pembelajaran kooperatif?
6.
Apa
saja teknik-teknik yang dapat diterapkan dalam pembelajaran kooperatif?
7.
Apa
saja keunggulan dan kelemahan pembelajaran kooperatif?
C.
Tujuan Penulisan
1.
Untuk
mengetahui definisi dan hakikat pembelajaran kooperatif
2.
Untuk
mengetahui karakteristik dan prinsip-prinsip pembelajaran kooperatif
3.
Untuk
mengetahui unsur-unsur pembelajaran kooperatif
4.
Untuk
mengetahui tujuan pembelajaran kooperatif
5.
Untuk
mengetahui prosedur pembelajaran kooperatif
6.
Untuk
mengatahui teknik yang dapat diterapkan dalam pembelajaran kooperatif
7.
Untuk
mengetahui keunggulan dan kelemahan pembelajaran kooperatif
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Konsep Dasar Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif (cooperative
learning) merupakan bentuk pembelajaran dengan cara siswa belajar dan
bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya
terdiri dari empat sampai enam orang dengan struktur kelompok yang bersifat
heterogen. (Rusman, 2011: 202). Pengertian pembelajaran kooperatif lainnya
adalah strategi pembelajaran yang melibatkan partisipasi siswa dalam satu
kelompok kecil untuk saling berinteraksi. (Nurhayati, 2002: 25). Maka dalam
sistem belajar yang kooperatif, setiap siswa memiliki dua tanggung jawab, yaitu
mereka belajar untuk dirinya sendiri dan membantu sesama anggota kelompok untuk
belajar.
Cooperative learning adalah
pembelajaran yang secara sadar dan sengaja mengembangkan interaksi yang saling
asuh antara siswa untuk menghindari ketersinggungan dan kesalahpahaman yang
dapat menimbulkan permusuhan. Model pembelajaran ini akan mebekali kemandirian,
kreatif serta keterlibatan langsung siswa dalam proses pembelajaran.
Selanjutnya terdapat juga difinisi lain tentang model pembelajaran cooperative
learning dan interactive learning adalah model pembelajaran yang
terjadi sebagai akibat dari adanya pendekatan pembelajaran yang bersifat
kelompok. Pendekatan ini merupakan konsekuensi logis dari penerapan paradigma
baru dalam pendidikan yang antara lain, bahwa pendidikan di masa sekarang,
bukanlah lagi dilihat semat-mata “mengisi air ke dalam gelas” atau sekedar
mengisi otak anak dengan berbagai teori atau konsep ilmu pengetahuan, melainkan
pengajaran yang lebih bersifat “menyalakan cahaya”, yaitu mendorong, menggerakkan,
dan membimbing peserta didik agar dapat mengembangkan imajinasi dan
inspirasinya secara aktual. Model pembelajaran dengan paradigma baru ini, menempatkan
guru bukan sebagai orang serba tahu yang dengan otoritas yang dimilikinya dapat
menuangkan berbagai ide dan gagasan, melainkan hanya sebagai salah satu sumber
informasi, penggerak, pendorong dan pembimbing agar peserta didik dengan
kemauannya mengarah pada terjadinya masyarakat belajar (learning society).
Kekompakan dalam pembelajaran menjadi ciri dan karakteristik dalam model
pembelajaran ini, di mana peserta didik dituntut aktif dan kreatif dalam
pembelajaran. (Sulaiman, 2014: 26-27).
Pembelajaran kooperatif perlu
diterapkan. Dalam situasi belajar, sering terlihat sifat individualistis siswa.
Siswa cenderung berkompetisi secara individual, bersikap tertutup terhadap
teman, kurang memberi perhatian ke teman sekelas, bergaul hanya dengan orang
tertentu, ingin menang sendiri, dan sebagainya. Jika keadaan ini dibiarkan,
maka tidak mustahil akan dihasilkan warga Negara yang egois, inklusif, introfert,
kurang bergaul dalam masyarakat, acuh tak acuh dengan tetangga dan lingkungan,
kurang mengharagai orang lain, serta tidak mau menerima kelebihan dan
kekurangan orang lain. Gejala seperti ini kiranya mulai terlihat pada
masyarakat kita, sedikit-sedikit demontrasi, main keroyokan, saling sikut, dan
mudah terprovokasi. (Ruslan, 2011: 205). Model pembelajaran kooperatif
merupakan model pembelajaran yang banyak digunakan dan menjadi perhatian serta
anjuran oleh para ahli pendidikan. Hal ini dikarenakan berdasarkan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Slavin (1995) dinyatakan bahwa:
1.
Penggunaan
pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan prestasi belajar siswa dan sekaligus
dapat meningkatkan hubungan sosial, menumbuhkan sikap toleransi, dan
mengharagai pendapat orang lain.
2.
Pembelajaran
kooperatif dapat memenuhi kebutuhan siswa dalam berpikir kritis, memecahkan
masalah, mengintegrasikan pengetahuan dengan pengalaman.
Dari penjelasan di atas, dapat
disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang menerapkan
belajar dan bekerja sama dalam menemukan pengetahuan, memecahkan masalah, serta
dapat mendorong dan membangun kerja sama antar individu siswa, sehingga
tercipta kekerabatan yang harmonis, saling mengahargai pendapat, saling
menerima kekurangan dan kelebihan, serta dapat mewujudkan nilai sosialisme yang
baik. Dengan demikian pembelajaran kooperatif bukan hanya menekankan dari segi
kognitf (intelektual) dan psikomotorik (keterampilan), akan tetapi juga dapat
mengembangkan nilai afektif (kepribadian) siswa.
B.
Karakteristik dan Prinsip Model Pembelajaran Kooperatif
Menurut Mulyadina (Trianto, 2007: 10), karakteristik pembelajaran
kooperatif yaitu:
1.
Pembelajaran
Secara Tim.
Tim merupakan tempat untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu, tim
harus mampu membuat setiap siswa belajar. Keberhasilan pembelajaran ditentukan
oleh keberhasilan tim. Setiap tim atau kelompok bersifat heterogen, artinya
kelompok terdiri atas anggota yang memiliki kemampuan akademik, jenis kelamin, dan
latar belakang sosial yang berbeda. Hal ini dimaksudkan agar setiap anggota tim
dapat saling memberikan pengalaman, saling memberi dan meneriam sehingga
diharapkan setiap anggota dapat memberikan kontribusi terhadap keberhasilan
tim.
2.
Didasarkan
pada Manajemen Kooperatif
Sebagaimana pada umumnya, manajemen mempunyai empat fungsi pokok,
yaitu fungsi perencanaan, pelaksanaan, organisasi dan pengawasan/kontrol.
Demikian juga dalam pembelajaran kooperatif, terdapat fungsi perencanaan agar
proses pembelajaran berjalan secara efektif, fungsi pelaksanaan sebagai arah
dan acuan untuk melaksanakan sesuai dengan apa yang telah direncanakan, fungsi
organisasi yang mengatur agar setiap kelompok bekerja sama dan saling
bertanggung jawab, dan fungsi kontrol untuk menilai atau mengevaluasi baik
melalui tes maupun non-tes.
3.
Kemauan
untuk Bekerja Sama
Keberhasilan pembelajaran kooperatif ditentukan oleh keberhasilan
secara kelompok. Oleh sebab itu, setiap anggota kelompok bukan saja harus
diatur tugas dan tanggung jawabnya masing-masing, akan tetapi juga ditanamkan
perlunya saling membantu, misalnya yang pintar membantu yang kurang mampu.
4.
Keterampilan
Bekerja Sama
Kemauan untuk beerja sama itu kemudian dipraktikkan melalui
aktivitas yang tergambarkan dalam keterampilan bekerja sama. Dengan demikian
siswa perlu didorong untuk mau dan sanggup berinteraksi dengan anggota lain,
sehingga setiap siswa dapat menyampaikan ide, mengemukakan pendapat, dan dapat
memberikan kontribusi pada keberhasilan kelompok.
Menurut Slavin, Abrani dan Chambers berpendapat bahwa belajar
melalui kooperatif dapat dijelaskan dari beberapa prespektif (Sahariyah, 2013: 19-20),
yaitu:
1.
Prespektif
motivasi, bahwa peghargaan yang diberikan kepada kelompok memungkinkan setiap
anggota kelompok akan saling membantu.
2.
Prespektif
sosial, bahwa melalui kooperatif setiap siswa akan saling membantu dalam
belajar karena mereka menginginkan semua anggota kelompok memperoleh
keberhasilan.
3.
Prespektif
perkembangan kognitif, bahwa dengan adanya interaksi anggota kelompok dapat
mengembangkan prestasi siswa untuk berpikir mengolah berbagai informasi.
4.
Prespektif
elaborasi kognitif, bahwa setiap siswa akan berusaha untuk memahami dan membina
informasi untuk menambah pengetahuan kognitifnya.
Jadi, pola belajar kelompok dengan
cara kerja sama antar siswa, selain dapat mendorong tumbuhnya gagasan yang
lebih bermutu dan meningkatkan kreativitas siswa, juga merupakan nilai sosial
bangsa Indonesia yang perlu dipertahankan. Apabila individu-individu ini
bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama, ketergantungan timbal-balik atau
saling ketergantungan antar mereka akan memotivasi mereka untuk bekerja lebih
keras demi keberhasilan secara bersama-bersama, dimana kadang-kadang mereka
harus menolong seorang anggota secara khusus. Hal tersebut mendorong tumbuhnya
rasa ke”kami”an dan mencegah rasa ke”aku”an.
Sedangkan menurut Roger dan David Johnson
(Lie, 2008) ada lima unsur dasar dalam pembelajaran kooperatif yang berupa
prinsip-prinsip, di antaranya:
1.
Prinsip
ketergantungan positif (positive interdependence), yaitu keberhasilan
kerja kelompok ditentukan oleh kinerja masing-masing anggota kelompok. Oleh
karena itu, semua anggota dalam kelompok akan merasakan saling ketergantungan.
2.
Tanggung
jawab perseorangan (individual accountability), yaitu keberhasilan
kelompok sangat tergantung dari masing-masing anggotanya. Oleh karena itu,
setiap anggota kelompok mempunyai tugas dan tanggung jawab yang harus
dikerjakan dalam kelompok tersebut.
3.
Interaksi
tatap muka (face to face promotion interaction), yaitu memberikan
kesempatan yang luas kepada setiap anggota kelompok untuk bertatap muka
melakukan interaksi dan diskusi untuk saling memberi dan menerima informasi
dari anggota kelompok lain.
4.
Partisipasi
dan komunikasi (participation communication), yaitu melatih siswa untuk
dapat berpartisipasi aktif dan berkomunikasi dalam kegiatan pembelajaran.
5.
Evaluasi
proses kelompok, yaitu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk
mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka, agar selanjutnya
bisa bekerja sama dengan lebih efektif.
C.
Unsur-unsur Pembelajaran Kooperatif
Menurut Johnson dan
Johnson (1994) dan sutton (1992), terdapat lima unsur penting dalam belajar
kooperatif (Sahariyah, 2013: 19-20), yaitu:
1.
Saling Ketergantungan Positif antara Siswa.
Dalam belajar
kooperatif siswa merasa bahwa mereka sedang bekerja sama untuk mencapai satu
tujuan dan terikat satu sama lain. Seorang siswa tidak akan sukses kecuali
semua anggota kelompoknya juga sukses. Siswa akan merasa bahwa dirinya
merupakan bagian dari kelompok yang juga mempunyai andil terhadap suksesnya
kelompok.
2.
Interaksi antara Siswa yang Semakin Meningkat.
Belajar
kooperatif akan meningkatkan interaksi antara siswa. Hal ini,terjadi dalam hal
seorang siswa akan membantu siswa lain untuk sukses sebagai anggota kelompok. Interaksi
yang terjadi dalam belajar kooperatif adalah dalam hal tukar-menukar ide
mengenai masalah yang sedang dipelajari bersama.
3.
Tanggung Jawab Individual.
Tanggung jawab
individual dalam belajar kelompok dapat berupa tanggung jawab siswa dalam hal:
a.
membantu siswa yang membutuhkan bantuan
b.
siswa tidak hanya sekedar “membonceng” pada
hasil kerja teman sekelompoknya.
4.
Keterampilan Interpersonal dan Kelompok Kecil.
Dalam belajar
kooperatif,selain dituntut untuk mempelajari materi yang diberikan seorang
siswa dituntut untuk belajar bagaimana berinteraksi dengan siswa lain dalam
kelompoknya. Bagaimana siswa bersikap sebagai anggota kelompok dan menyampaikan
ide dalam kelompok akan menuntut keterampilan khusus.
5.
Proses Kelompok.
Belajar
kooperatif tidak akan berlangsung tanpa proses kelompok. Proses kelompok
terjadi jika anggota kelompok mendiskusikan bagaimana mereka akan mencapai
tujuan dengan baik dan membuat hubungan kerja yang baik.
D.
Tujuan Pembelajaran
Kooperatif
Menurut Slavin, tujuan
dari pembelajaran kooperatif adalah menciptakan situasi di mana keberhasilan
individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya. Sedangkan
menurut Ibrahim (Sahariyah,
2013: 19-20), model pembelajaran
kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan
pembelajaran, yaitu:
1.
Hasil Belajar Akademik
Dalam belajar
kooperatif mencakup beragam tujuan sosial, dan memperbaiki prestasi siswa atau
tugas-tugas akademis penting lainnya. Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini
unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep sulit. Model struktur
pembelajaran kooperatif telah dapat meningkatkan nilai siswa pada belajar
akademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar.
Pembelajaran kooperatif dapat memberi keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas yang
bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas akademik.
2.
Penerimaan terhadap Perbedaan Individu
Pembelajaran
kooperatif adalah penerimaan secara luas dari orang-orang yang berbeda
berdasarkan ras, budaya, kelas sosial, kemampuan, dan ketidakmampuannya.
Pembelajaran kooperatif memberi peluang bagi siswa dari berbagai latar belakang
dan kondisi untuk saling menghargai satu sama lain.
3.
Pengembangan Keterampilan Sosial
Pembelajaran
kooperatif adalah mengajarkan kepada siswa keterampilan bekerja sama dan
kolaborasi. Keterampilan-keterampilan sosial, penting dimiliki oleh siswa sebab
saat ini banyak anak muda masih kurang dalam keterampilan sosial.
E.
Prosedur Pembelajaran Kooperatif
Menurut Lie (2005: 32), prosedur
pembelajaran kooperatif pada prinsipnya terdiri atas empat tahap, yaitu:
1.
Penjelasan
Materi
Pada tahap ini, guru memberikan gambaran umum tentang materi
pelajaran yang harus dikuasai yang selanjutnya siswa akan memperdalam materi
dalam pembelajaran kelompok. Pada tahap ini guru menggunakan metode ceramah,
curah pendapat, dan tanya jawab bahkan demonstrasi serta menggunakan berbagai media pembelajaran agar proses
penyampaian dapat lebih menarik semangat belajar siswa.
2.
Belajar
dalam Kelompok
Setelah guru menjelaskan gambaran umum dan pokok-pokok materi
pelajaran, selanjutnya siswa diminta untuk belajar pada kelompoknya masing-masing
yang telah dibentuk sebelumnya. Pengelompokkan dalam pembelajaran kooperatif
bersifat heterogen, yaitu kelompok dibentuk berdasarkan perbedaan-perbedaan
setiap anggotanya, baik perbedaan gender, latar belakang agama, sosial-ekonomi
dan etnik, serta perbedaan kemampuan akademik.
3.
Penilaian
Penilaian dalam strategi pembelajaran kooperatif bisa dilakukan
dengan tes atau kuis baik secara individual maupun kelompok. Tes individual
akan memberikan informasi kemampuan siswa dan tes kelompok akan memberikan
informasi kemampuan setiap kelompok. Hasil akhir setiap siswa adalah
penggabungan keduanya dibagi dua. Nilai setiap kelompok memiliki nilai sama
dalam kelompoknya karena merupakan hasil kerja sama setiap anggota kelompok.
4.
Pengakuan
Tim
Pengakuan tim (tim recognition) adalah penetapan tim yang
dianggap paling menonjol atau tim paling berprestasi untuk kemudian diberikan
penghargaan atau hadiah, sehingga dapat memotivasi tim lain untuk lebih mampu
meningkatkan prestasi mereka.
F.
Teknik-teknik Pembelajaran Kooperatif
Terdapat beberapa model dalam cooperative
learning. Meski demikian guru tidak harus terpaku pada satu strategi saja.
Guru dapat memilih dan memodifikasi sendiri model-model dalam cooperative learning
sesuai dengan situasi kelas. Dalam satu jam/sesi pelajaran, guru juga bisa memakai
lebih dari satu model (Rofiq, 2010: 7-9). Beberapa teknik dalam pembelajaran
kooperatif antara lain sebagaimana dikutip dalam jurnal Falasifa Vol. 1 No. 1
Maret 2010 tentang Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) dalam
Pengajaran Pendidikan Agama Islam, yaitu:
1.
STAD
(Student Team Achievement Devision)
STAD dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman-temannya di
Universitas John Hopkin. Guru yang menggunakan STAD, juga mengacu kepada
belajar kelompok siswa setiap minggu menggunakan presentasi verbal dan teks.
Dalam satu kelompok siswa terdiri dari 4-5 orang yang heterogen. Anggota tim
menggunakan lembar kegiatan atau perangkat pembelajaran yang lain untuk
menuntaskan materi dan kemudian saling membantu satu sama lain untuk memahami
bahan pelajaran melalui tutorial, kuis atau diskusi. Secara individu setiap
minggu siswa diberi kuis. Kuis ditentukan skornya dan tiap individu diberi skor
perkembangan. (Muslimin Ibrohimin: 2000, 20).
2.
Jigsaw
Strategi ini merupakan strategi yang menarik untuk digunakan jika
materi yang akan dipelajari dapat dibagi menjadi beberapa bagian dan materi
tersebut tidak mengharuskan urutan penyampaiannya. Jigsaw dikembangkan
oleh Aronson. Teknik ini dapat digunakan dalam pembelajaran membaca,
menulis, mendengarkan ataupun berbicara. Teknik ini menggabungkan keempatnya.
Dalam satu kelompok siswa memiliki latar belakang heterogen. Dalam teknik ini
siswa menjadi “tenaga ahli” tentang sebuah topik dengan cara bekerjasama dengan
para anggota dari kelompok lain yang telah ditetapkan sesuai dengan keahlian
dengan topik tersebut. Setelah kembali kepada kelompok mereka masing-masing
siswa mengajar kelompoknya. Pada akhirnya, semua siswa akan dievaluasi pada
semua aspek yang berhubungan dengan topik tersebut.
3.
Investigasi
Kelompok (Group Investiga tion)
Model ini pertama kali dicetuskan oleh John Dewey, kemudian model
ini lebih dipertajam dan dikembangkan beberapa tahun kemudian oleh Shlomo dan
Yael Sharan dan Rachel Hertz-Lazarowitz di Israel. Teknik ini memerlukan norma
dan struktur kelas yang lebih rumit serta mengajarkan siswa keterampilan
komunikasi dan proses kelompok yang baik. Dalam investigasi kelompok, guru
membagi siswa dalam beberapa kelompok yang anggotanya heterogen. Selanjutnya
siswa memilih topik untuk diselidiki dan kemudian menyiapkan serta mempresentasikan
laporannya kepada seluruh anggota kelas.
4.
Numbered
Head Together
Teknik ini dikembangkan oleh Spenser Kagan untuk melibatkan lebih
banyak siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pembelajaran dan
mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut. Guru melempar
pertanyaan, lalu para siswa berkonsultasi sekedar untuk meyakinkan apakah
setiap siswa tersebut telah mengetahui jawaban dari soal tersebut. Setelah itu,
seorang siswa dipanggil untuk menjawab pertanyaan.
5.
Berfikir-Berpasangan-Berbagi
(Think-Pair-Share)
Teknik ini telah dikembangkan oleh Frank Lyman di University of
Maryland. Sesuai dengan namanya, teknik ini dilakukan dalam tiga tahapan.
Guru memberikan pelajaran untuk seluruh kelas, siswa berada pada timnya masing-masing.
Kemudian guru mengajukan pertanyaan untuk seluruh kelas, siswa memikirkan
jawabannya sendiri-sendiri (think). Kemudian siswa berpasangan dengan
teman sebangkunya untuk saling mencocokkan jawabannya (pair). Dan
akhirnya, guru meminta siswa untuk berbagi dengan seluruh kelas tentang apa
yang telah dibicarakan (share).
Sedangkan Sahariyah dalam jurnal digital
library uinsby.ac.id tentang Model Pembelajaran Cooperative Learning (2013:
26-28) mengungkapkan teknik pembelajaran kooperatif antara lain:
1.
Mencari Pasangan.
Teknik belajar mengajar mencari pasangan (make a
match) dikembangkan oleh Larna Curran (1994). Salah satu keunggulan teknik
ini adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau
topik dalam suasana yang menyenangkan.
2.
Bertukar Pasangan.
Teknik belajar
mengajar bertukar pasangan memberi kesempatan kepada siswa untuk bekerja sama
dengan orang lain.
3.
Berpikir-Berpasangan-Berempat.
Teknik belajar
mengajar ini dikembangkan oleh Frank Lyman dan Spencer Kagam sebagai struktur
kegiatan pembelajaran kooperatif. Teknik ini memberi kesempatan kepada siswa
untuk bekerja sendiri serta bekerja sama dengan orang lain. Keunggulan lain
dari teknik ini adalah optimalisasi partisipasi siswa.
4.
Berkirim Salam dan Soal.
Teknik belajar
mengajar ini memberi kesempatan kepada siswa untuk melatih pengetahuan dan
keterampilan mereka. Siswa membuat pertanyaan sendiri sehingga akan merasa
lebih terdorong untuk belajar dan menjawab pertanyaan yang dibuat oleh
teman-teman sekelasnya. Kegiatan ini cocok untuk persiapan menjelang tes dan
ujian.
5.
Kepala Bernomor.
Teknik belajar
mengajar Kepala Bernomor dikembangkan oleh Spencer Kagan (1992). Teknik ini memberikan
kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan ide-ide dan mempertimbangkan
jawaban yang paling tepat selain itu, dapat mendorong siswa untuk meningkatkan
semangat kerja sama mereka.
6.
Kepala Bernomor Struktural.
Teknik belajar
mengajar ini sebagai modifikasi dari teknik kepala bernomor. Dengan teknik ini
siswa belajar melaksanakan tanggung jawab pribadinya dalam saling keterkaitan
dengan rekan-rekan kelompoknya, sehingga memudahkan untuk mengerjakan tugas.
7.
Dua Tinggal Dua Tamu.
Teknik belajar
mengajar dua tinggal dua tamu juga dikembangkan oleh Spencer Kagan (1992) dan
bisa digunakan bersama dengan teknik kepala bernomor. Teknik ini memberi
kesempatan kepada kelompok untuk membagikan hasil dan informasi dengan kelompok
lain.
G.
Keunggulan dan Kelemahan Pembelajaran Kooperatif
Mulyadiana (Trianto, 2000: 10)
menyatakan bahwa keunggulan pembelajaran kooperatif sebagai suatu strategi
pembelajaran di antaranya:
1.
Melalui
pembelajran kooperatif siswa diharapkan tidak terlalu berharap pada guru, akan
tetapi dapat menemukan informasi dan berbagi sumber serta belajar dengan siswa
yang lain
2.
Pembelajaran
kooperatif dapat mengembangkan kemampuan mengungkapkan ide atau gagasan dengan
kata-kata secara verbal dan membandingkannya dengan ide-ide orang lain
3.
Pembelajaran
kooperatif dapat membantu anak untuk respek pada orang lain dan menyadari akan
segala keterbatasannya serta menerima segala perbedaan
4.
Pembelajaran
kooperatif dapat membantu memberdayakan setiap siswa untuk lebih bertanggung jawab
dalam belajar
5.
Pembelajaran
kooperatif merupakan suatu strategi yang cukup ampuh untuk meningkatkan
prestasi akademik dan non akademik
6.
Melalui
pembelajaran kooperatif dapat dikembangkan kemampuan siswa untuk menguji ide
dan pemahamannya sendiri dan menerima umpan balik
7.
Pembelajaran
kooperatif dapat meningkatkan kemampuan siswa menggunakan informasi dan
kemampuan belajar abstrak menjadi nyata (riil).
Selain memiliki kelebihan, pembelajaran
kooperatif juga memiliki kelemahan. Menurut Dess (1991: 411) di antara
kelemahan pembelajaran kooperatif antara lain:
1.
Membutuhkan
waktu yang lama bagi siswa, sehingga sulit mencapai target kurikulum
2.
Membutuhkan
waktu yang lama bagi guru sehingga kebanyakan guru tidak mau menggunakan strategi
kooperatif
3.
Membutuhkan
kemampuan khusus bagi guru sehingga tidak semua guru dapat melakukan atau menggunakan
strategi belajar kooperatif
4.
Menuntut
sifat tertentu dari siswa, misalnya sifat suka bekerja sama.
Selain itu juga, di antara kelemahan pembelajaran kooperatif adalah
dari sisi penilaian. Jika penilaian yang digunakan adalah penilaian kelompok maka
hasilnya setiap siswa memperoleh nilai yang sama karena didasarkan pada hasil
kerja kelompok bukan individu, sehingga guru sulit untuk menilai mana di antara
siswa itu yang berkontribusi paling banyak dalam menyelesaikan suatu masalah
atau tugas yang diberikan. Lebih lengkap lagi, Sahariyah dalam jurnal digital
library uinsby.ac.id tentang Model Pembelajaran Cooperative Learning (2013:
30-31) mengungkapkan di antara kelemahan pembelajaran kooperatif antara lain:
1.
Untuk siswa yang dianggap memiliki kelebihan,
contohnya mereka akan merasa terhambat oleh siswa yang dianggap kurang memiliki
kemampuan. Akibatnya, keadaan semacam ini dapat mengganggu iklim kerja sama
dalam kelompok.
2.
Ciri utama dari cooperative learning
adalah bahwa siswa saling membelajarkan. Oleh karena itu, jika tanpa peer
teaching yang efektif, maka dibandingkan dengan pengajaran langsung dari
guru, bisa terjadi cara belajar yang demikian apa yang seharusnya dipelajari
dan dipahami tidak pernah dicapai oleh siswa.
3.
Penilaian yang diberikan dalam cooperative
learning didasarkan kepada hasil kerja kelompok. Namun demikian, guru perlu
menyadari, bahwa sebenarnya hasil atau prestasi yang diharapkan adalah prestasi
setiap induvidu siswa.
4.
Keberhasilan cooperative learning dalam
upaya mengembangkan kesadaran berkelompok memerlukan waktu yang cukup panjang,
dan hal ini tidak mungkin dapat tercapai hanya dengan satu kali atau
berkali-kali penerapan pembelajaran ini.
5.
Walaupun kemampuan bekerja sama merupakan
kemampuan yang sangat penting untuk siswa, akan tetapi banyak aktivitas dalam
kehidupan yang hanya didasarkan pada kemampuan secara individual. Oleh karena
itu, idealnya melalui cooperative learning selain siswa belajar bekerja
sama, siswa juga harus belajar bagaimana membangun kepercayaan diri. Untuk
mencapai kedua hal itu dalam cooperative learning memang bukan pekerjaan
yang mudah.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pembelajaran kooperatif (cooperative
learning) merupakan bentuk pembelajaran dengan cara siswa belajar dan
bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya
terdiri dari empat sampai enam orang dengan struktur kelompok yang bersifat
heterogen.
Karakteristik pembelajaran
kooperatif yaitu: pembelajaran secara tim, didasarkan pada manajemen
kooperatif, kemauan untuk bekerja sama, dan keterampilan bekerja sama. Sedangkan
di antara prinsip-prinsip pembelajaran kooperatif yaitu: prinsip ketergantungan
positif (positive interdependence), tanggung jawab perseorangan (individual
accountability), interaksi tatap muka (face to face promotion
interaction), partisipasi dan komunikasi (participation communication),
dan evaluasi proses kelompok.
Unsur-unsur pembelajaran kooperatif
antara lain: saling
ketergantungan positif antara siswa, interaksi antara siswa yang semakin
meningkat, tanggung jawab individual, keterampilan interpersonal dan kelompok
kecil, dan proses kelompok.
Prosedur pembelajaran kooperatif
yaitu: penjelasan materi, belajar dalam kelompok, penilaian, dan pengakuan tim.
Sedangkan teknik-teknik yang dapat diterapkan dalam pembelajaran kooperatif
yaitu: STAD (student team achievement devision), jigsaw, investigasi
kelompok (group investigation), numbered
head together, dan berfikir-berpasangan-berbagi (think-pair-share).
Di antara keunggulan pembelajaran
kooperatif adalah dapat menumbuhkan sikap saling kerja dan belajar bersama di
antara siswa, dapat meningkatkan prestasi siswa, serta menumbuhkan sikap
berpikir kritis dan berani mengungkapkan ide dan pendapat kepada siswa yang
lainnya. Sedangkan di antara kelemahan embelajaran kooperatif adalah
membutuhkan waktu yang lama dan dari sisi penilaian (jika menggunakan penilaian
kelompok) semua siswa akan mendapatkan nilai yang sama berdasarkan hasil kerja
kelompoknya.
B.
Saran
Diharapkan
dengan adanya makalah ini, kita lebih mengetahui tentang model pembelajaran
kooperatif. Sehingga kita sebagai calon guru dapat menerapkannya ketika
nantinya mengajar. Apabila dalam makalah ini terdapat kesalahan dan kekurangan
kami memohon maaf yang sebesar-besarnya
DAFTAR PUSTAKA
Jaelani, Aceng. 2015. Pembelajaran Kooperatif Sebagai Salah Satu
Model Pembelajaran di Madrasah Ibtidaiyah. Cirebon: IAIN Syeikh Nurjati.
Rofiq, Muhammad Nafiur. 2010. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative
Learning) dalam Pengajaran Pendidikan Agama Islam. Jurnal Falasifa. Vol. 1.
No. 1 Maret 2010.
Rusman. 2011. Model-model
Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta: Rajawali Press.
Sahariyah.
2013. Model Pembelajaran Cooperative
Learning. Surabaya: digital library uinsby.ac.id
Sulaiman.
2014. Model Pembelajaran Cooperative Learning (Suatu Analisis Psikologis
Dalam Pembelajaran). Volume V Nomor 2. Juli –Desember 2014
Komentar
Posting Komentar